The Soda Pop

Keterkaitan Para Keturunan Arab Dengan Terorisme Di Indonesia.

Mengingat ditemukannya timbunan
bahan peledak yang berkekuatan
tinggi dan dalam jumlah banyak
dewasa ini di daerah Jawa Tengah
oleh polisi. Timbul pertanyaan
apakah rencana sebenarnya yang
akan dilakukan oleh para teroris tsb
di Indonesia ? Siapakah target
operasi mereka? Hal ini tidak
pernah diungkapkan oleh
kepolisian. Sehingga masyarakat
hanya menduga-duga apakah gereja
yang menjadi salah satu targetnya,
seperti kejadian beberapa tahun
yang lalu. Siapa sebenarnya mereka
dibalik semua itu?
Terlampir analisa radio Nederland
pada tahun 2002 yang lalu tentang
hubungan orang-orang keturunan
Arab dengan kekerasan dan
teorisme di Indonesia, sebagai
informasi dan tindakan kehati-
hatian bahwa teoris tidak akan
berhenti mengancam di mana-
mana. Apakah analisa tsb masih
relevan dengan kondisi yang ada
sekarang ini, mengingat peristiwa
yang menimpa STT Setia baru2 ini
dan banyaknya gereja dan sekolah
yang dipermasalahkan seperti Sang
Timur di Tangerang, dan dibanyak
tempat lainnya yang tidak
diungkapkan oleh media masa,
sehingga mayarakat luas tidak tahu?
Sumber dari :
Radio Nederland Wereldomroep
selama 24 jam terakhir.
---------------------------------------------
------------------------
Edisi ini diterbitkan pada:
Rabu 20 November 2002 15:10 UTC
* KETURUNAN ARAB DAN
TERORISME: ADAKAH KAITANNYA
Intro: Sementara Presiden
Megawati berupaya melepaskan
keterkaitan
Islam dengan terorisme, yang
sebenarnya lebih menarik
perhatian
belakangan adalah peran kalangan
keturunan Arab. Mengapa mereka
baru
menonjol belakangan saja?
Koresponden Syahrir mengirim
laporan
berikut dari Jakarta.
Pers Jakarta pekan ini mulai
menyuarakan perasaan yang hidup
di
sebagian anggota masyarakat.
Orang akhir-akhir ini mulai
mempertanyakan peran kelompok-
kelompok radikal dan warga negara
Indonesia keturunan Arab.
Sejumlah pendiri laskar dikenal
merupakan
keturunan Arab. Misalnya Ustadz
Habib Rizieq Shihab pemimpin
Front
Pembela Islam, Ustadz Ja'far Umar
Thalib pendiri Laskar Jihad yang
baru-baru ini membubarkan diri,
dan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir,
pemimpin Majelis Mujahidin
Indonesia yang juga dikenal sebagai
Laskar
Mujahidin. Mereka adalah
keturunan Arab.
Selain Abu Bakar Ba'asyir yang
memang sudah aktif berpolitik
sejak
akhir 1970an, Habib Rizieq dan
Ja'far Umar Thalib sebelumnya tidak
pernah dikenal oleh publik
Indonesia. Mereka baru tampil
setelah
turunnya Soeharto dengan
mendirikan laskar-laskar Islam,
antara lain
Front Pembela Islam (FPI) dan
Forum Ahlul Sunnah wal Jamaa'h
yang
setelah terjadi konflik di Ambon
berubah menjadi Laskar Jihad Ahlul
Sunah Wal Jama'ah yang lebih
dikenal sebagai Laskar Jihad.
Semasa pemerintahan Habibie,
Laskar-laskar ini bersatu dalam
wadah
Pam Swakarsa yang dibentuk oleh
Menteri Pertahanan dan Panglima
TNI
Wiranto. Waktu itu FPI sering
bekerja sama dengan polisi dalam
melakukan penertiban tempat-
tempat hiburan Jakarta. Tapi dengan
adanya pergantian pemerintahan,
ruang gerak FPI makin sempit.
Semasa Habibie FPI dikenal dekat
dengan Nugroho Jayusman yang
saat
itu menjabat Kapolda Metro Jaya.
Kini Nugroho tidak lagi menjabat
kekuasaan apa pun di kepolisian. Ia
dipinggirkan dalam pemerintahan
Gus Dur mau pun Megawati. Maka
FPI pun seperti anak ayam
kehilangan
induk. Tindakan yang mereka
lancarkan tidak mendapat dukungan
polisi.
Misalnya ketika melakukan
penertiban tempat hiburan di
Mangga Besar,
polisi langsung menangkap Habib
Rizieq dengan tuduhan melakukan
perusakan. Kini FPI kena batunya.
Perlu diingat pula bahwa sebelum
meletus konflik Ambon, FPI dan
penduduk setempat terlibat dalam
pembantaian preman-preman
beragama
Kristen asal Ambon, dalam
peristiwa Kerusuhan Ketapang,
Jakarta
Pusat. Kerusuhan yang ditenggarai
diotaki oleh Eggy Sujana (Pimpinan
Perhimpunan Pekerja Muslim
Indonesia dan juga merupakan
pendiri FPI)
itu mendapat dukungan dari
Nugroho dan Djadja Suparman,
yang kala itu
menjabat sebagai Pangdam Jaya.
Tiga bulan setelah peristiwa
Ketapang ini meletuslah konflik
agama di
Batu Merah, Ambon dan terus
meluas hingga ke seluruh Maluku.
Kerusuhan-kerusuhan ini
sesungguhnya didukung oleh
pejabat militer
dan sipil di sekitar Habibie.
Kemudian orang banyak bicara
tentang
munculnya Habib Rizieq dan Jafar
Umar Thalib. Ada elite politik
tertentu serta oknum militer yang
sengaja memunculkannya. Selang
beberapa waktu kemudian Ja'far
Umar Thalib mengumumkan
berdirinya
Laskar Jihad.
Televisi Indonesia dengan leluasa
menayangkan aktivitas Laskar Jihad,
termasuk saat melakukan latihan
militer sebelum dikirim ke Ambon.
Nampaknya pers sangat
dipengaruhi keinginan militer.
Pangdam
Brawijaya kala itu, Sudi Silalahi
disebut-sebut sebagai pendukung
keberangkatan Laskar Jihad ke
Ambon. Sudi Silahlahi merupakan
kawan
baik Prabowo. Padahal MABES TNI
dengan tegas telah melarang
pengiriman Laskar Jihad ke Ambon.
Aparat TNI dan Polri hanya secara
basa basi saja dalam melarang
aktivitas Laskar Jihad. Perlu
diketahui
Jafar Umar Thalib dan Habib Rizieq
tidak pernah terdengar suaranya
ketika gerakan-gerakan Islam
menentang Soeharto pada tahun
1970an-1980an. Kelompok
keturunan Arab yang ditahan ketika
itu hanya
Habib Husein Al Habsyi, Abu Bakar
Ba'asyir. Abdullah Sungkar, dan
Lutfi Ali.
Fenomena-fenomena di atas yang
kini digunakan sejumlah jenderal
dan
tokoh-tokoh nasionalis untuk
menimbulkan prasangka di
sebagian
masyarakat Indonesia bahwa warga
keturunan Arab telah melakukan
serangkaian tindakan yang
mengacaukan keamanan di
Indonesia.
Prasangka ini semakin bertambah
setelah isu terorisme. Amerika
menyebut-nyebut Ustadz Abu
Bakar Ba'asyir sebagai dalang
terorisme
berdasarkan pengakuan Al Farouq
yang terlebih dahulu ditangkap oleh
polisi Indonesia yang selanjutnya
diserahkan ke Amerika.
Terlepas benar tidaknya tuduhan
ini, yang jelas beberapa dari enam
wajah teroris yang diumumkan
polisi karena diduga terlibat dalam
pemboman di Bali, diindikasikan
keturunan Arab. Berdasarkan data
ini
muncul berbagai spekulasi di
antara elite politik Indonesia. Apa
gerangan yang terjadi dengan warga
Indonesia keturunan Arab?
Kalangan pucuk pimpinan PDI
Perjuangan mengungkapkan, bahwa
radikalisasi keturunan Arab ini
dipicu oleh semakin hilangnya
peranan
keturunan Arab dalam sumber daya
ekonomi. Kalau pada zaman
penjajahan
Belanda mereka menguasai bisnis
bioskop dan pompa bensin,
sekarang,
meminjam istilah seorang tokoh
penting PDI Perjuangan,
keturunanan
Arab ini ibarat paria di bidang
bisnis.
Bisnis tanah, sehubungan dengan
macetnya sektor properti dalam
krisis
ekonomi, tidak lagi jalan. Bahkan
untuk menjadi juru dakwah pun
mereka sudah mendapat saingan
dari kyai-kyai pribumi tamatan
Kairo,
Suriah dan Iran. Masyarakat tidak
lagi cium tangan bila melihat
habib. Satu-satunya cara agar tetap
bertahan adalah dengan
mengumpulkan orang-orang yang
bisa dipengaruhi untuk mendirikan
laskar dengan alasan ajaran agama.
Kata seorang anggota DPR RI dari
fraksi PDI Perjuangan, "Keturunan
Arab ini selalu mengklaim sebagai
pemilik ajaran Islam yang benar.
Bahkan kelompok-kelompok Islam,
seperti NU dan Muhammadiyah
acapkali
dianggap sebagai Islam yang tidak
benar. Di antara mereka ada yang
merupakan penganut wahabi."
Benarkah tokoh-tokoh Islam
keturunan Arab ini berdiri sebagai
dalang
terorisme di Indonesia? Ketua
Dewan Pengurus YLBHI Munarman
yang juga
salah satu penasehat hukum
Ustadz Abu Bakar Ba'asyir
mengatakan.
Munarman: Walaupun secara
formal perang terhadap terorisme
ini tidak
diarahkan ke kelompok tertentu
atau ke agama tertentu, tetapi
dalam
praktek atau dalam pembentukan
opininya justru diarahkan seakan-
akan
dibalik agenda terorisme ini
mengarah kepada kelompok-
kelompok
tertentu. Misalnya resolusi PBB
baru-baru ini memasukan Jamaah
Islamiyah sebagai organisasi
teroris. Tentu ini mengundang
pertanyaan
sebetulnya dari kelompok-
kelompok atau bangsa yang dekat
dengan
kelompok yang disebutkan ini.
Misalnya bangsa-bangsa yang
menggunakan
bahasa Arab, berbangsa Arab,
kebetulan beragama Islam,
maupun
kelompok-kelompok non Arab tapi
beragama Isalm seperti Indonesia.

Back to posts