pacman, rainbows, and roller s

Merenungi Sisi-sisi Negatif Peran Agama Islam Di Indonesia.

RENUNGAN IBU PERTIWI TENTANG
SISI-SISI NEGATIF PERAN AGAMA
ISLAM DI INDONESIA
Bila anda seorang intelektual
Muslim yang dewasa dan rasional,
maka setelah membaca fakta2
sejarah dibawah ini, lalu
merenungkannya secara
mendalam, barangkali anda tidak
akan emosi dan marah, bahkan
menitikan air mata kepedihan dan
mengucapkan terima kasih kepada
penulisnya atas fakta, kritik dan
saran yang terkandung didalamnya.
Sama sekali tidak ada maksud
negatip dari hati penulis, kecuali
keinginan mengungkapkan
keprihatinan hati nurani penulis.
Kecintaan penulis yang tulus dan
dalam kepada Tuhan YME serta
negara RI menjadi sumber utama
inspirasi untuk menulis artikel ini.
Berikut ini fakta2 sejarah nyata
tersebut:
- Jendral Soeharto beserta para
jendral TNI AD telah
memprovokasi/mendalangi massa
NU (umat Islam, terutama di Jatim)
untuk membantai ratusan ribu
massa PKI yang tak berdosa dan
tidak tahu menahu tentang politik
di desa2, ditahun 1965, hal ini
dilakukan untuk menutupi coup
detat angkatan darat sekaligus
mengkambinghitamkan PKI.
Pembunuhan yang lebih kejam lagi
adalah “pembunuhan
kemanusiaan” terhadap anak cucu
para anggota PKI yang tidak tahu
menahu dan tidak terlibat politik
dengan cara merintangi
perkembangan kepribadian, emosi
dan bisnis mereka (alat2
pembunuh yang diciptakan
misalnya: litsus dan S.K bebas
G30S). Operator pembunuhan
nasional ini adalah pasukan
KOPASUS/RPKAD dibawah pimpinan
Sarwo Edhi (mertua presiden SBY).
Baru Gus Dur saja (saat itu sebagai
presiden) yang meminta maaf.
Disini agama dipakai untuk
memprovokasi masa dan
membantai bangsanya sendiri!
- Dijaman Soeharto (Orba): agama
diperalat untuk menggaet suara
pemilih disaat Pemilu, misalnya
saja penyalahgunaan dai Zainudin
MZ yang sengaja sering ditampilkan
di TV, kemudian sengaja digelari
"Dai Sejuta Umat" agar rakyat
mudah terpikat. Setelah populer,
dai ini dibawa safari Ramadhan oleh
menteri Harmoko untuk menipu
rakyat demi kemenangan GOLKAR.
Memenangkan suara pemilu suatu
daerah diuamakan melalui para
ulamannya. Semenjak regim ORBA
s/d saat ini para kyai dan ulama
terus diperebutkan oleh politikus
untuk menjadi sekedar alat politik.
Oleh regim Suharto, para ulama
busuk ini dibuatkan wadah yang
dinamai MUI.
Saat ini adalah sulit untuk
membedakan antara ceramah
agama dan ceramah politik seorang
ulama. Baru Gus Dur saja (saat itu
sebagai presiden) yang berani
memarahi para ulama di MUI dan
saat itu disiarkan secara langsung
di TVRI! Gus Dur menandaskan
bahwa para ulama ini adalah para
pengejar harta dan kekuasaan
(ulama plasu). Disini agama
kembali dipakai untuk menipu
rakyatnya.
- Ketika regim militer sudah
terdesak oleh kaum intelektual
kampus, maka Habibie bersama
para Jendral (Hartono, Ahmad
Tirtosudiro, mbak Tutut, dsb.)
mendirikan ICMI di Universitas
Brawijaya Malang guna menarik
simpati dan mengelabui kaum
intelektual.
Saat itu, banyak Profesor dan
Doktor terpikat masuk ICMI terbius
tuk menduduki jabatan birokratis
yang tinggi. Hal ini paling tidak
menandakan adanya: kebutaan
politik dan tingginya napsu
manusiawi (harta dan kedudukan)
para ilmuwan Muslim. Disini agama
dipakai untuk membius dan
mengelabui cendekiawannya
sendiri.
- Seiring dengan ICMI, Suharto juga
mengganti para menterinya yang
semula berwajah Nasionalis
menjadi bernuansa Arab-Islami
demi mengambil hati umat Islam
guna menyelamatkan regim militer
dan ORBA. Para menteri keturunan
Arab tsb. adalah: Marie Muhamad,
Ali Alatas, Saleh Affif, Fuad Hasan,
Bedu Amang, Fuad Bawazir, dsb.
Kemudian mbak Tutut Suharto yang
cantik dan seksi ke Mekah naik haji,
dan sepulangnya dari Arab, beliau
memakai jilbab. Bob Hasan pun
berganti nama menjadi Muhamad
Hassan.
Sebelumnya Suharto telah
mengobral uang rakyat sebanyak
700 trilyun rupiah ke etnis
Tionghoa yang nakal lewat BLBI
(banyak Chinese yang baik, namun
Suharto lebih memilih konglomerat
hitam). Dengan demikian, regim
ORBA ingin berganti baju, yang
dulu: militeristik, pro nasionalis
(dengan think-thank CSIS), dekat
dengan Tionghoa, dekat dengan
USA/IMF, dan terkesan menindas
Islam, menjadi pro Islam atau
bahkan ingin mengesankan diri
sebagai pembela Islam, menjauhi
Tionghoa dan Barat. Regim ORBA
saat itu sudah diambang kejatuhan,
maka strategi terjitu adalah
politisasi agama.
Suharto mulai sadar bahwa negara
RI telah ia gadaikan ke USA dkk.
sejak tahun 1965. Sejak 1965, USA
dkk. (yang membantu terjadinya
regim militer) menerima konsesi
pertambangan dan industri yang
luar biasa besarnya (Caltex,
Freeport, Inalum, dsb) dan mulai
menjajah ekonomi Indonesia
melalui IMF. Boleh dikatakan
bahwa yang menikmati kekayaan
yang berlimpah di Indonesia itu
bukan orang Dayak, Irian, Pakan
Baru, Aceh; melainkan bangsa USA,
Inggris, Jepang, Singapore, dst,
serta para birokrat, petinggi militer/
polisi, serta konglomerat hitam
(terutama di pusat, Jakarta). Disini
agama dipakai untuk meninggikan
etnik keturunan bangsa lain,
meremehkan suku-bangsa sendiri,
mengalihkan perhatian,
memprovokasi anti Barat, dan
menipu rakyatnya sendiri!
- Seminggu sebelum tragedi Mei
1998 (yaitu pembantaian/perkosaan
umat Tionghoa di Jakarta dan Solo,
yang didalangi Wiranto dan
Prabowo dengan operator RPKAD
dan Pemuda Pancasila) para
provokator telah diinstruksikan
untuk menulisi rumah2 penduduk
dengan kata2 bernuansa SARA
yaitu:"Milik Pribumi Muslim".
Dengan demikian, para oknum
jendral AD tsb. berusaha mengadu
domba Islam dengan etnis
Tionghoa.
Nampak bahwa regim Suharto/
militer ingin mengalihkan tanggung
jawab salah urus negara kepada
etnis Tionghoa dan ingin membuat
citra bahwa umat Muslim marah
kepada Tionghoa. Padahal hampir
semua bisnis militer, politisi dan
pejabat tinggi kebanyakan
dijalankan oleh konglomerat hitam
Tionghoa (sekali lagi, di Indonesia
tercinta ini jauh lebih banyak
Tionghoa yang baik daripada yang
“hitam”). Manusia Jawa lalu merasa:
dianaktirikan (dibunuhi dijaman
1965) dan Tionghoa dianak
emaskan (diberi BLBI 700 trilyun);
sebaliknya manusia Tionghoa
merasa: dianaktirikan (dibunuh dan
diperkosa saat tragedi Mei 98,
penindasan budaya, serta adanya
persyaratan SKBRI) dan pribumi
dianak emaskan (misalnya: diberi
kesempatan lebih besar menjadi
PNS); kemudian menjelang
reformasi, keturunan Arab dianak
emaskan.
Dimulai semenjak regim Suharto,
hubungan pribumi dan Tionghoa
menjadi tidak harmonis bahkan
cenderung saling curiga; demikian
pula antara Jawa dan non luar Jawa
(adanya sentralisasi mengakibatkan
luar Jawa jauh tertinggal). Disini
agama dipakai untuk adu domba,
divide et’ impera (pemecah belah),
kerusuhan, perkosaan bahkan
pembantaian etnis.
- Ketika Akbar Tanjung diadili
masalah penyelewengan dana
Bulog, ia berdalih bahwa uang itu
telah disalurkan ke yayasan Islam
yang disebut Rudhatul Janah guna
mengentaskan kemiskinan; padahal
uang itu dipakai untuk mendirikan
berbagai partai politik agar PDIP
saat itu tidak menang mutlak. (Bila
saat itu tetap hanya ada tiga partai,
PDIP menang mutlak, pastilah
regim ORBA sudah musnah!)
Agama kok begitu mudahnya
diselewengkan/diperalat untuk
menyelamatkan regim Orde Baru (=
pembangkrut bangsa).
- Ketika terjadi reformasi, Suharto
dengan tenang, aman, nyaman dan
tentram tetap bercengkerama di jl.
Cendana bersama anak cucunya, ini
sungguh luar biasa! Para politisi dan
profesor dari Luar Negeri sampai
tidak habis herannya, mereka
meminta bangsa Indonesia untuk
secara cerdas menganalisa hal ini
mengingat fakta sejarah
mengatakan bahwa semua presiden
yang direformasi pasti lari terbirit-
birit ke Luar Negeri untuk
menyelamatkan diri (agar tidak
terbunuh), misalnya Marcos, Shah
Iran, Mobutu Seseseko, Jean
Betrand Aristi, dst. Sayang, bangsa
ini baru terlelap tidur sehingga
otaknya tidak mampu
menganalisanya.
Para kaum supercerdas politik
mengatakan bahwa disamping
Suharto mendapat jaminan
keamanan dari kelompoknya (TNI
AD lewat Jendral Wiranto dan
Prabowo), Suharto juga mendapat
jaminan keamanan dari salah
seorang tokoh reformasi yang
berhasil diselundupkannya… hebat
bukan? Dalam politik, cara terbaik
melumpuhkan lawan adalah
strategi penyusupan (ingat dimasa
ORBA: berapa kali PDI disusupi dan
dipecah belah dari dalam). Siapakah
diantara ketiga tokoh reformasi
(Mega, Gus Dur, dan Amien Rais)
yang merupakan tokoh selundupan
itu? Ia adalah Doktor Amien Rais,
warga keturunan Arab asal Solo,
sahabat lama Prabowo jauh hari
sebelum reformasi (Prabowo =
menantu Suharto); jadi regim
Suharto sudah lama
mempersiapankan strategi
penyusupan Reformasi. Amien
Rais, kader brilian ICMI, kemudian
pura-pura bentrok dengan ICMI,
keluar dari ICMI dan menyelundup
sebagai tokoh reformasi.
Ketika kaum intelektual kampus
dan para mahasiswa ingin
menurunkan Habibie, Amin selalu
melindungi Regim ORBA dengan
himbauannya agar Habibie diberi
kesempatan tuk memimpin
reformasi dan Amin sanggup
menjadi sparing partnernya apabila
Habibie menyeleweng. Padahal
ingat bahwa Habibie sejak jaman
Soeharto s/d saat ini adalah warga
negara Jerman, jadi presiden kita
pernah dijabat oleh orang Jerman!
Dan saat turun dari singgasananya
dengan seenaknya sendiri Soeharto
menunjuk penggantinya
(=pelindungnya!). Ketika PDIP
menang pemilu (tidak bisa menang
mutlak, karena partai peserta
Pemilu disengaja banyak sekali),
regim ORBA masih merasa takut
sekali apabila Megawati menjadi
presiden (siapa tahu Mgw akan
balas dendam thd regim Suharto);
maka perlu kelicikan untuk
menjegal Mega, Amien menjadi
dalangnya dengan membentuk
poros tengah yang bernuansa
Islami dan dengan jargon "Wanita
belum bisa diterima oleh ulama
Islam sebagai presiden”. Maka Gus
Dur yang dianggap kurang
berbahaya terhadap regim ORBA
dinaikan menjadi presiden (walau
dari persyaratan kesehatan jasmani
jelas2 tidak mungkin ia menjadi
presiden sebab buta; namun saat
itu hanya Gus Dur yang dapat
menandingi kepopuleran Megawati)
. Ketika dalam perjalanannya
sebagai presiden, Gus Dur ternyata
dianggap membahayakan regim
Orba, maka Amin Rais kembali
beraksi lagi melalui MPR/DPR dan
berhasil menjatuhkan Gus Dur.
Gebrakan gus Dur yang
membahayakan regim Orba
misalnya adalah: membubarkan
Deppen dan menetralkan LKBN
serta TVRI (senjata informasi paling
canggih regim Orba, pembius dan
pembodoh rakyat), pemulihan hak
kebudayaan etnis Tionghoa, serta
diangkatnya Baharudin Lopa
menjadi Jaksa Agung, yang
kemudian ditengah masa
jabatannya, ia dihabisi oleh Regim
ORBA (regim Orba yang pakar
dalam bunuh membunuh dan adu
domba juga menghabisi Munir-
Kontras serta jendral bersih dan
cerdas Agus Wirahadikusumah).
Ditahun 2004, Gus Dur ngotot ingin
jadi calon presiden lagi; namun
karena tidak dibutuhkan lagi oleh
regim ORBA, maka cacat matanya
dipermasalahkan, kali ini tidak ada
lagi yang membelanya! Megawati
yang sudah bisa dijinakan dan
mulai dekat dengan militer
akhirnya direstui tuk jadi presiden.
Kemudian, dalam salah satu
pidatonya, Amin Rais menandaskan
untuk tidak mengungkit-ungkit lagi
Soeharto dengan alasan usia dan
sakit; padahal Soeharto dkk. itu
kunci keadilan, kunci KKN, kunci
masalah dan pelurusan sejarah,
kunci uang yang ada di bank2 L.N;
Soeharto adalah sumber dari segala
sumber malapetaka Indonesia
(bagaikan Hitler bagi jerman); jadi
sebaiknya Soeharto diadili dulu,
mengakui bersalah, barulah
diampuni.
Dalam gerakan zig-zag si reforman
palsu ini (Amin Rais), ia banyak
mendapat dukungan dan restu dari
HMI, KAHMI, Muhammadiyah, dan
MUI. Sampai dengan saat ini Amien
Rais beserta HMI, Muhammadiyah,
dan MUI tidak pernah lagi
mengusik Suharto, akhirnya Suharto
dan regimnya ternyata selamat.
Dengan demikian, kita bangsa
Indonesia patut menjadi sangat
heran: Agama kok dipakai untuk
mencegah emansipasi wanita
(menjegal Megawati) dan
membodohi bangsanya sendiri
demi keselamatan regim ORBA
yang sudah membangkrutkan
bangsa! Para oknum Jendral AD
sungguh hebat, ditangan mereka:
Islam ternyata hanya menjadi
sekedar alat mainan belaka!
- Regim Orba dan regim militer
(para oknum Jendral TNI AD,
khususnya KOPASUS) menyadari
bahwa rasa damai dan aman adalah
kebutuhan mendasar manusia.
Maka ketika terdesak oleh kaum
Reformis, mereka mendanai,
mengorganisasikan, dan
menggerakan berbagai kerusuhan
di bumi Nusantara, terutama
menggunakan atribut Islam.
Kerusuhan di Ambon, Pontianak,
Poso, dst. adalah ulah mereka.
Sebenarnya untuk menangkap
otaknya/pendananya, cukup mudah
sekali, cukup melacak aliran dana
di Bank dan menyadap via telepon
serta internet; namun Badan
Intelijen (BIN) tidak melakukannya,
mengingat BIN selama ini justru
menjadi alat militer tuk berkuasa;
musuh BIN yang terutama adalah
justru manusia Indonesia yang baik
dan idealis (bukan musuh dari luar).
Pensiunan BrigJen Sumarsono,
waktu itu Sekjen PBSI, ditangkap
dengan milyaran rupiah uang palsu.
Para pengamat politik supercerdas
langsung tahu bahwa uang palsu itu
untuk membayari para preman
perusuh; jadi ada maksud untuk
sekaligus mengacau keamanan
(kerusuhan) dan mengacau
ekonomi (uang palsu), luar biasa
liciknya para oknum jendral AD itu.
Dengan diciptakannya berbagai
kerusuhan, patahlah kepercayaan
rakyat pada Reformasi, dan rakyat
rindu pada regim militer lagi.
Rakyat juga dibodohi bahwa telah
terjadi reformasi, padahal sama
sekali belum terjadi mengingat
yang baru turun dari singgasana
hanyalah Suharto, sedangkan
semua posisi penting dalam
birokrasi dan militer (terutama TNI
AD) masih dikuasai regim Suharto.
Para oknum jendral AD di Mabes
Cilangkap memang pintar, mereka
selalu berada diantara bandul jam
“radikal dan nasionalis”. Ketika
mereka terdesak oleh kaum
Nasionalis, maka kaum radikal
sengaja dibesarkan/dihidupkan,
dengan demikian kaum Nasionalis
jadi keder nyalinya; sebaliknya bila
regim Militer terdesak kaum radikal
Islam, maka regim militer akan
berbalik ke kaum Nasionalis untuk
bersama-sama menghabisi kaum
radikal. Pemilu terakhir yang
dimenangkan SBY, regim militer
menggunakan PKS (dari mana dana
partai?).
Partai reformis selain PKS, hampir
tidak pernah di cover di televisi,
sebaliknya PKS terus-terusan
dimunculkan. Pemilu waktu itu
didominasi oleh: rebutan para kyai
(bukan para professor), rebutan
sultan (Yogya/Solo/Cirebon), ziarah
ke makam2 dan berdangdutan;
nuansa keilmuan, kampus, science
tidak ada sama sekali! Memang
benar, reformasi tidak akan terjadi
bila media informasi dikuasai regim
ORBA. Disini nampak jelas bahwa
di Indonesia agama sekedar jadi
alat permainan untuk dipakai
mengelabui bangsanya sendiri,
tidak heran Tuhan sepertinya
menjauhi Indonesia!
- Beberapa hari sebelum
pemungutan suara pada pemilu
presiden 2004, bom sengaja
diledakan di depan Kedubes
Australia. Saat pemungutan suara,
TV BBC Inggris mewancarai seorang
pencoblos, pencoblos itu
mengatakan tidak mau memilih
Megawati lagi dengan alasan
banyaknya bom yang meledak,
terutama yang barusan meledak di
kedubes itu. Itu adalah salah satu
faktor penentu kemenangan militer
kembali. Sungguh jitu strategi para
oknum Jendral AD ini! Kemudian,
pengebomnya berhasil dibekuk,
padahal strategi ini buatan mereka
sendiri (memakai radikal Islam)!
Jadi sekali tepuk mereka dapat dua
point: menang pemilu & rakyat
tambah percaya pada militer (bisa
membekuk pelakunya).
Berbagai kerusuhan dan adu domba
di Nusantara di outsourcingkan
(disubkontrakan) kepada pihak
ketiga (misalnya Pemuda Pancasila,
Laskar Jihad, FPI, dst) melalui
makelar, kemudian makelarnya
dibinasakan. Sebagai contoh, kasus
dukun santet di Banyuwangi;
otaknya di Jkt (pada umumnya
petinggi RPKAD), pelaksananya
preman2 luar Jkt dan luar Bwi;
setelah sukses, makelarnya
dihabisin, sehingga benang merah
koneksi antara otak di Jkt dan
pelaksana di BWI terputus; jadilah
kasus itu sekedar kasus lokal,
pejabat busuk di Jkt seolah-olah
tidak pernah terlibat kerusuhan
atau kekerasan didaerah. Kembali
agama hanya jadi sekedar bulan2an
para oknum pembesar AD di
Cilangkap dan di BIN.
- Osama, Baasyir, dan ulama radikal
selalu menggunakan tameng agama
Islam guna memerangi lawan
politik mereka, terutama negara
Barat. Orang miskin dan bodoh
terutama di negara berkembang di
brain wash untuk menjadi senjata
utama mereka yaitu bom bunuh
diri! Seolah-olah ayat suci mereka
buat dan tafsirkan sendiri misalnya:
bunuh diri, membunuh orang lain
dan merugikan negara setempat
adalah kehendak Tuhan sehingga
mendapat pahala yaitu surga.
Mereka sendiri tidak mau
melakukan bom bunuh diri!
Kembali lagi, agama dijadikan alat
sumber pembodohan, kekerasan
dan kekejaman!
- Bila dicermati, kotbah2 agama
selama bulan Puasa yang disiarkan
radio dan televisi yang masih
dikuasai regim Orde Baru (group
Cendana, Sudwikatmono, Liem S.
Liong, dst.), justru dipakai untuk
melemahkan penegakan moral
bangsa; kebanyakan isi kotbah
bersifat "top down" (penuh titipan
para pejabat bermasalah). Bagi
rakyat jelata yang miskin, kotbah
ditujukan agar rakyat selalu tetap
tahan menderita dengan gaji yang
rendah dan dapat selalu
memahami berbagai ketidak adilan
yang terjadi (jangan demo, jangan
berontak, jangan ini, jangan itu,
melainkan tetap patuh, mengalah,
dan nrimo), karena semua
penderitaan itu akan menghasilkan
rahmat dan berkah.
Rakyat juga terus dihimbau tuk
memafkan kejahatan masa lalu para
pelanggar HAM, sebab dengan
memaafkan kita juga akan
dimaafkan. Bagi pejabat tinggi/
birokrat/jendral para pelaku KKN
dan pelanggar HAM berat, kotbah
disuasanakan sesejuk mungkin,
misalnya dibulan rahmadan (malam
seribu bulan) ini langit dan surga
akan terbuka, akan terjadi
pengampunan penuh, apapun
kejahatannya dan betapapun besar
kualitas kejahatannya, mereka akan
diampuni dan masuk surga tanpa
syarat apapun, misalnya syarat
harus mengembalikan harta hasil
jarahannya bagi pelaku KKN, dan
syarat mengakui pelanggaran HAM
yang telah terjadi, minta maaf,
serta memberikan ganti rugi bagi
korbannya.
Disini Tuhan dipahami hanya
sebatas Maha Pengasih dan
Pengampun (mengenakan oknum
Pejabat); Maha Adilnya sengaja
dihilangkan (seharusnya Maha Adil
lebih ditekankan, agar manusia
berpihak ke rakyat jelata yang
tertindas, dan menuntut para
oknum untuk pengembalian harta
KKN dan pengusutan hukum yang
tuntas).
Tidak heran bila dalam laporan
internasional yang baru saja
diterbitkan, ternyata 20 negara
terkorup dan pelanggar HAM
terberat justru negara-negara yang
hiruk-pikuk dan hingar-bingarnya
(formalitas) agama dinegara itu luar
biasa kuatnya; misalnya negara2
Amerika Latin yang didominasi
agama Katholik dan negara2 Timur
Tengah, Banglades, Indonesia,
Pakistan yang didominasi agama
Islam. Bila dicermati, di
perumahan2 mewah, para koruptor
kelas kakap dan para pelanggar
HAM berat ini menampakan diri
sebagai kaum yang religius sekali;
rajin sembahyang dan sedekah!
Ulama, habib, ustadz, HMI, KAHMI,
MUI, ICMI, Muhammadiah dan NU
tidak pernah mau menuntaskan
masalah KKN dan militerism.
Mereka ini bak sekedar alat politik;
mereka sekedar pemburu harta dan
kekuasaan; mereka terus-menerus
menina bobokan dan membuat
bodoh bangsa Indonesia. Mereka
tidak pernah memperjuangkan gaji
yang layak dan adil bagi pegawai/
PNS. Gaji yang rendah sekali bagi
buruh dan PNS serta rasio gaji
antara pegawai rendah dan tinggi
yang luar biasa tingginya (misal gaji
terendah 0,5 juta, pejabat tinggi
BUMN menerima 50 juta, rasio
1:100!), inilah yang menyebabkan
kemiskinan struktural yang
disengaja dan sumber segala
sumber berbagai KKN. KKN
bagaikan disarankan dan dilegalkan
oleh pemerintah dan agama
Islam...,
Maka hampir semua PNS
melakukan korupsi: siang maling
uang atau korupsi waktu kerja,
malam berdoa untuk minta maaf
atas kejadian siang harinya kepada
Tuhan, sungguh bangsa ini dibikin
munafik oleh pemerintah dan
agamanya sendiri! KKN yang
semestinya menjadi hantu nomor
satu negara, justru tidak pernah
dituntaskan dan diangkat menjadi
sumber dari segala sumber
berjihad!!! Agama kok justru dipakai
untuk melemahkan penegakan
moral bangsa dengan cara
meniadakan sifat Maha Adil Tuhan!
Agama kok justru menjadi sumber
krisis moral dan etika bangsa!
- Setiap bulan Ramadhan, hampir
40 hari lamanya bangsa ini sangat
turun produktivitas dan
effisiensinya, bangsa yang kurang
rajin bekerja ini malah tiap
tahunnya dianjurkan untuk seolah-
olah bermalas-malasan.
Pengcoveran berita lewat berbagai
media terutama TV pun luar biasa
dan berlebihan: sebelum buka dan
sebelum saur, lalu-lintas selama
Lebaran; berapa jam kerja atau
berapa jam tayang TV dihabiskan
untuk hal yang semestinya dapat
untuk memajukan pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi;
padahal isi khotbah kebanyakan
titipan penjabat (mohon dibaca
point diatas).
Demikian pula bagi pejabat
pemerintah yang naik haji
(seringkali dengan biaya negara
alias plat merah), seminggu
sebelumnya sudah ijin untuk tidak
bekerja, kemudian 30 hari ada di
Mekah, sepulangnya masih minta
ijin seminggu lagi untuk berpesta-
pora, berhura-hura, dengan kerabat
keluarga, tetangga dan teman
sekerja. Kalau ditotal, hampir
selama 45 hari (1,5 bulan) pejabat
itu mangkir dari kerja, luar biasa!!!
Sudah mangkir bekerja masih, dan
pelaku KKN, masih mengaku
mendapatkan surga, sungguh luar
biasa paradoksnya.
Demikian pula hobi umat Muslim
untuk kumpul2 keagamaan, namun
jarang kumpul2 keilmuan; kumpul2
keagamaan sering melahirkan
penghakiman/kecurigaan terhadap
kelompok/agama yang lain;
dinegara maju/modern,
masyarakatnya lebih tertarik untuk
bekerja daripada kumpul2
bermalas-malasan. Semuanya hal
diatas mengatas namakan Tuhan
YME!!! Disini agama dipergunakan
untuk menghambur-hamburkan
uang negara, waktu dan membuat
malas bangsanya!
- Praktek sehari-hari umat Islam
yang tanpa disadari telah
melakukan pelanggaran HAM,
mengganggu ketertiban umum dan
mendorong kekerasan masyarakat.
Sebagai contoh: suara azan masjid
yang luar biasa kerasnya di
keheningan pagi (sekitar jam 4.30,
subuh) yang bagaikan suara orang
kesurupan setan Arab dan
mengandaikan Tuhan itu bagaikan
tuli! Saat dimana manusia yang
lelah bekerja sedang tertidur pulas
atau orang yang sakit keras sedang
membutuhkan keheningan, eeehhh
malah diganggu dengan suara
hingar bingar lewat loud speaker
yang bertengger dipuncak–puncak
masjid.
Demikian pula disiang hari bolong,
semua orang disekitar masjid,
diganggu hingar-bingar kotbah,
manusia sekeliling mesjid senang
atau tidak senang dipaksa
mendengarkan kotbah (yang
seringkali bermutu rendah). Hingar-
bingar suara masjid ini menjadikan
manusia waras-normal menjadi
sangat terganggu privacynya.
Dinegara Turki, negara Islam yang
modern, hingar bingar suara masjid
tidak diperkenankan! Selain itu,
umat Islam diajarkan untuk selalu
memberi salam khas Islam dan
dengan bhs. Arab kepada siapapun,
kapanpun, dimanapun, apapun
agamanya (misalnya:
Assalamulaikum …wr. Wb…),
dengan diiming-imingi sebagai poin
penting untuk masuk surga.
Bukan main diktator dan tidak
menghargai perasaan orang lain dan
kebudayaan sendiri, bukankah
dapat dengan salam: “Selamat pagi/
sore/apakabar/dst? Disini agama
terkesan suka mengganggu
ketertiban umum, tidak menghargai
perasaan umat lain serta tidak
menghargai kebudayaan sendiri!
- Demikian pula penggunaan
istilah2 Islam/Arab seperti kata
islah dan hibah. Islah untuk
menyelamatkan para pelanggar
HAM kelas berat (misal kasus Priok,
dimana para oknum jendral
memanipulasi ulama untuk islah).
Hibah untuk menyelamatkan para
pelaku KKN kelas berat (banyak
birokrat menjadi konglomerat plat
merah, padahal boleh dikata tak
mungkin pegawai negeri
mempunyai kekayaan diatas 2
milyar kecuali KKN; maka
digunakan istilah hibah untuk
menjelaskan hartanya kepada
Komisi kekayaan negara).
Dinegara non Islam pasti mereka
ini sudah dihukum mati, di bumi
Nusantara ini, yang pasti mati
adalah maling ayam, sedangkan
yang semestinya dihukum mati
(pelanggar HAM dan koruptor kelas
berat) malah sering muncul di TV
dan tetap dihormati! Agama kok
tidak mendorong keadilan, malah
terkesan sengaja menyediakan
persembunyian yang aman bagi
berbagai pelaku penyelewengan
kelas berat.
- Sangat memprihatinkan bahwa
berdasar fakta2 selama ini, ternyata
berbagai kerusuhan di Indonesia
justru diawali dari kumpul2
kegiatan keagamaan, misalnya
pengajian, sholat Jum'atan, Tabliq
Akbar ataupun Istigozah, suatu
paradoxial yang maha luar biasa!
Kegiatan keagamaan menjelma
menjadi kegiatan kerusuhan yang
seringkali membawa korban jiwa
manusia. Sebelum Islam masuk
Indonesia, dijaman kerajaan
berbasis Kejawen, Budha dan
Hindu, kekerasan, kerusuhan dan
pertentangan berbasis agama/
kepercayaan tidak pernah terjadi.
Kota Solo yang dulunya terkenal
dengan putri Solonya dengan
adatnya yang halus, lembut, lemah
gemulai, dan manusiawi telah
disulap Baa’syir dkk (orang2 Arab)
menjadi kota yang ganas, keji dan
gemar kerusuhan! Kejawen yang
indah, harmonis dan pembawa
damai ditekan (tak boleh ada di
KTP)! Aneh, disini agama menjadi
180 derajat beloknya, dari
sembahyang langsung membuat
amok masa dan kerusuhan!
- Bali di bom, hotel Meriot di bom,
kedutaan di bom, gereja dibom,
dst. Generasi muda dipedesaan
dicuci otak melalui pesantren2
untuk membunuh orang lain
dengan membunuh diri (bom
dililitkan dibadan); padahal hal ini
sangat merugikan negara (investor/
turis jadi takut, lapangan kerja
menyusut drastis; dan orang
Indonesia yang keluar negeri
menjadi dipersulit). Ini mereka
sebut ajaran mati sahid dengan
ganjaran masuk surga. Ketika
diadili, pelaku pembom ini teriak2
bagaikan kesurupan setan Arab:
“Allahuakbar.. Allahuakbar…
Allahuakbar”. Begitu bodohnya
mereka itu, yang mereka pahami
cuma bahasa Arab yang artinya
Tuhan yang Maha Besar bukan
Maha Pengasih dan Penyayang.
Begitu hebatnya orang Arab
mencuci otak manusia Indonesia,
begitu superiornya si Arab Baa’syir
ketua Jemaah Islamiah itu, ia
sendirian bisa mengobrak-abrik
Indonesia, betapa menyedihkan
dan rendahnya kualitas manusia
Jawa (suku yang mayoritas) itu, yang
tidak sadarkan diri (mabok agama)
hingga detik ini!!! Agama kok
dipakai untuk “menidurkan
bangsanya sendiri”, mengajarkan
bahwa bunuh diri, membunuhi
orang lain serta merugikan
negaranya sendiri itu masuk surga,
aneh!
- Kepala arca Budha di candi
Borobudur dipenggal oleh habib
buta dari Malang, ketika diadili, ia
juga kesurupan setan Arab
(menggigau dan sholat didepan
sidang: “Allahuakbar..). Di
Afganistan, saat dikuasai Taliban:
wanita bagaikan dipasung, tv dan
musik tidak boleh didengarkan,
relief Budha yang sangat bersejarah
dihancurkan. Monumen2 sejarah
Budha, Hindu, Kristen, yang berupa
candi2, pertapaan, katedral,
kelenteng, kraton2, begitu indah
dan agungnya dan menghasilkan
devisa bagi negara Indonesia
(tourist); sedangkan monumen
Islam adalah justru rusaknya
monumen2 agama lain itu!
Agama juga dipakai untuk: - agitasi/
provokasi membenci suku dan
bangsa lain, misalnya menanamkan
perasaan anti orang Cina/Tionghoa
(padahal Alquran mewajibkan untuk
menuntut ilmu s/d ke Cina, bukan
ke Arab); - menanamkan perasaan
anti Barat karena kekalahan
kebudayaan Arab dalam berbagai
hal (terutama dalam science,
teknologi dan bisnis); - eksklusip:
misal maraknya kost2an dikota-
kota besar dengan label: hanya
untuk Muslim. Mereka ini aneh:
marah2 kepada Barat namun
mereka belajar IPTEK dan memakai
produk Barat, bukan produk Arab.
Agama kok mengajarkan anti
pluralisme, mengajarkan ingin
menangnya sendiri, mengajarkan
iri-cemburu dengan kemajuan
peradaban yang dicapai oleh
kebudayaan/keyakinan diluar Islam/
Arab!
- Buku2 bermutu yang
mencerdaskan bangsa di sweeping,
kadang2 penerbitannya dilarang,
bahkan pengarangnya ada yang
difatwa mati atau dibunuh (misal
Salman Rusdi, politikus dan
sastrawan Belanda, Ulil Absar
Adhala, dst.). Sekolah2 Kristen/
Katholik diganggu (kasus terakhir:
SD Sang Timur di Tangerang/Jakarta
diserbu radikal Islam; presiden
SBY, DPR, Muhammadiyah, MUI,
dst. diam saja, padahal mereka
hanya beberapa km dari lokasi;
justru Gus Dur yang turun tangan.
Ketakutan umat Arab untuk
berdemokrasi, berpikir secara
rasional, berdebat (tertulis maupun
lisan) dan berkebebasan
berpendapat tentang keyakinan
sungguh mengherankan; sebab
Tuhan itu Maha Cerdas, Maha
Cerdas pasti suka debat, bukan
main sweeping dan larang-
melarang, jadi seseorang yang
cerdas pasti suka debat, karena
debat mengakibatkan kemajuan..
Dinegara maju, apa saja boleh dan
justru dianjurkan untuk
diperdebatkan (termasuk
keyakinan), asal debatnya bermutu
dimana kaki dan tangan (kelahi)
tidak boleh ikut diapakai dalam adu
gagasan!
Memang, ada kemungkinan agama
akan ambruk oleh adanya
demokrasi, rasionalisasi,
kebebasan berpendapat dan debat,
seperti ambruknya gereja Katholik
di Eropa pada sekitar abad 18 an.
Monopoli dan otoritarian ajaran
agama oleh pemuka agama
menyandikan posisi mereka tidak
tergoyahkan dinegara berkembang.
Tidak mengherankan bila di Timur
Tengah yang penuh dikuasai kyai,
ulama dan raja, takut setengah mati
dengan demokrasi, rasionalisasi,
dan kebebasan berpendapat.
Pemuka agama takut debat, lalu
mereka mengatas namakan Tuhan
bahwa Tuhan tidak suka debat dan
Tuhan perlu dibela, dan keyakinan
adalah harga mati-sesuatu yang
beku dan statis.
Dengan karakter demikian ini,
otomatis kebudayaan Indonesia
menjadi merosot tajam sekali; dari
kejayaan kebudayaan diera:
Borobudur, Prambanan, Mahapatih
Gajah Mada, dst., menjadi negara
pengutang, pengekspor TKW,
dijajah IMF dan mata uangnya
dihinakan (1$ = 10000)!
Akhirnya, negarapun mengalami
krisis kebudayaan. Agama kok
dipakai untuk memonopoli
kebenaran dan takut berdebat
untuk adu gagasan atau bersaing
dengan kebenaran yang lain yang
lebih modern, lebih rasional,
dinamis, dan lebih manusiawi;
bukankah sekolah, buku dan debat
adalah sumber kemajuan, mengapa
harus dihambat, dikacau dan
dimusnahkan, mengapa Tuhan Yang
Maha Cerdas dianggap bodoh, tak
boleh didebat, dan Tuhan diangap
bagaikan takut akan demokrasi,
rasionalisasi, serta kebebasan
berpendapat? Agama kok menjadi
sumber krisis kebudayaan!
- Dept. Agama dan Dept.
Pendidikan merintis kerjasama
dengan negara Sudan dan
Universitas Sudan. Saat ini Sudan
(mayoritas Islam) dalam sorotan
dunia karena disana telah terjadi
genocide oleh suku Arab terhadap
suku lokal Afrika melalui kekerasan,
perkosaan dan pembunuhan.
Barang siapa melihat wajah negara
Sudan melalui TV akan sangat
terkejut, negara ini ternyata sangat
tertinggal dan miskin!
Demikian pula, dalam suatu siaran
TV, diberitakan bahwa Pemuda
Pancasila (PP, organisasi preman)
telah mendirikan Pesantren di
Kalimantan Tengah/Palangkaraya.
Dalam acara itu diperlihatkan
bagaimana preman level Nasional:
Sapto dan Yoris K (pimpinan PP)
meresmikan pesantren yang telah
dibangun, dan ini direstui oleh
jendral Riamizad Riacudu. Manusia
supercerdas tahu bahwa ada dana
yang besar sekali (trilyunan rupiah)
dari organisasi sumber kekerasan
dunia yang berpusat di Timur
Tengah (sekelompok dengan
Alqaeda) yang mengalir lewat
negara ketiga (misal Sudan, supaya
dana sulit dilacak).

Back to posts