Psikologi Watak Muslim.

Penyelesaian konfrontasi yang
berbahaya saat ini antara Islam dan
Barat menuntut pikiran yang
rasional, tidak berat sebelah dan
kepala yang dingin untuk
menguraikan yang mana fakta dan
yang mana mithos/isapan jempol,
mengerti watak Muslim, dan peduli
pada keluhan2 dari kedua belah
pihak.
Keluhan Muslim yang abadi adalah
bahwa Barat yang imperialis –
semua kekuasaan colonial dari
masa silam, termasuk juga USA –
terus mengiritasi mereka selama
berpuluh tahun bahkan berabad-
abad dan terus-menerus
melakukan hal ini dalam segala
cara yang mungkin. Daftar dari
tuduhan kejahatan Barat
menggunung bagaikan tumpukan
ensiklopedia. Sebagai permulaan,
Barat telah menunjukkan kebencian
yang blak-blakan terhadap hak-hak
negara Muslim dengan cara
seenaknya memecah-belah bumi
Islami menjadi pecahan-pecahan,
merampoki sumber dayanya, dan
berada pada puncak kejahatan ini
adalah dengan memasang langsung
di tengah-tengah mereka sang tiri
haram-jadah mereka yaitu Israel -
sebuah duri yang terbesar dalam
daging mereka, karena itulah
Muslim mengeluh-kesah.
"Setitik kebenaran diperlukan untuk
membuat segunung dusta bisa
dipercaya," merupakan pepatah
kuno. Supaya adil terhadap para
Muslim, memang ada beberapa hal
yang berdasar dalam tuduhan
mereka terhadap Barat. Untuk saat
ini, marilah kita fokus pada
mindset/watak umum Muslim yang
demikian sangat condong kepada
permusuhan terhadap Barat --
sebuah permusuhan yang dapat
menimbulkan suatu Armageddon
yang amat ditakutkan.
* Patriarchy (k.l. = Kebapak2an/
Maskulin/Machoisme) dan
Otoriterisme (~diktatorisme).
Jiwa seorang Muslim telah dicetak
dengan patriarki yang bermula
dengan sang maha kuasa, Allah,
melalui nabinya, Muhammad, para
Kalifah atau Imamnya, dan para kyai
alim-ulama kelas tinggi terus
akhirnya sampai ulama dan khotib
pedesaan. Mentalitas patriarki
otoriter ini melingkupi seluruh
aspek kehidupan Muslim.
Sultan dan wilayahnya sebagai wali
Allah, Amir dan hak mutlaknya,
para Khan dgn pemerintahannya
atas suku-suku yang tidak boleh
dibantah, para kepala suku dgn
kekuasan mereka, sampai akhirnya
seorang ayah dengan kegalakannya
di rumah mengatur para bini dan
anak-anaknya. Semua figur
pemerintahan ini adalah pejantan
(laki-laki).
Tipe 'otoriterian' ini membawa
banyak masalah dan menghadirkan
banyak kerumitan - kerumitan2
yang terlalu penting dan kompleks
untuk dapat dibenahi secara
menyeluruh di sini. Untuk
sekarang, penting utk. dimengerti
bahwa seseorang dengan
kepribadian yang otoriter adalah
seorang ekstrimis. Dia dapat
menjadi jinak sendiri dalam
keadaan2 tertentu dan dapat
menjadi pembunuh sadis gelap
mata dalam keadaan2 yang lain. Dia
adalah type yang dengan segala
senang hati membunuh atau mati/
dibunuh, ketika dia diarahkan ke
sana. Dia akan, sebagai contoh,
dengan senang hati memasang
jaket berbahan peledak, dalam
kepatuhannya terhadap perintah
atasan, dan meledakkannya di
kerumunan orang2 sipil tanpa rasa
ragu sedikitpun.
* Kepatuhan Buta (Total).
Sebuah sifat berbahaya dari watak
yang otoriter adalah relatif
hilangnya kemampuan berpikir
yang independen.
Kekurangmampuan ini membuat
sang manusia gampang sekali
dimanipulasi. Islam, dengan cara-
cara otoriternya yang kaku,
menghilangkan kemampuan
berpikir independen Muslim begitu
rupa sampai ke tingkat di mana si
penganut secara buta mengadopsi
Islam sebagai sistem kepercayaan
yang tidak mungkin bisa salah sama
sekali. Sebab itu, agama Islam
bertanggung jawab dalam
pembentukan begitu banyak orang
yang dengan demikian mudahnya
menjadi instrumen2 yang
dimanipulasi di tangan para
penampuk kuasa.
Studi2 menunjukkan bahwa sifat
otoriter dapat ditemukan dalam
segala macam bangsa, termasuk
bangsa Amerika. Perbedaan yang
penting adalah dalam hal tingkat-
derajad dan kekerapan kondisinya.
Islam menghasilkan jumlah
ekstrimis yang demikian besar,
sementara di Amerika, sebagai
contoh, kekerapannya secara
perbandingan jauh lebih rendah dan
tidak demikian parah.
* Fokus ke arah target.
Bagi Muslim, gol/target adalah
segalanya. Sebagai fasisme
beragama, Islam meridhoi segala
upaya dan cara untuk mencapai
targetnya. Target akhir Islam adalah
penguasaan seantero dunia di
bawah satu Ummah Islami - tidak
masalah bagaimana tentara-tentara
Allah yang pasrah ini berbeda
pendapat satu dengan yang lainnya
mengenai Ummah itu sendiri dan
tentang siapa yang harus bertahta.
Itu hanya sebuah "pertengkaran
dalam keluarga" yang akan
diselesaikan mereka lewat cara
favorit mereka yang seperti biasa
adalah - kekuatan fisik.
Masing2 sekte Islam percaya
bahwa ialah yang memiliki sang
Nabi dan Allah ada di sisi mereka
dan ia akan mengungguli yang
lainnya. Untuk saat ini mereka
harus bekerja rajin untuk mencapai
target pertengahan yakni
mengalahkan semua al-kafirun. Ada
begitu banyak contoh tidak
terhingga yang menonjolkan prinsip
pedoman Muslim yang "Tidak
peduli bagaimana caranya yang
penting Hasilnya".
Kebijakan ini berawal dari
Muhammad sendiri. Muhammad
berulang2 kali membuat perjanjian
damai dengan lawan-lawannya,
hanya untuk dikhianati oleh dirinya
sendiri segera setelah ia faham
bahwa ia berada pada posisi di atas
angin. Pengkhianatan, penipuan,
dan dusta-dusta yang blak-blakan
secara penuh diridhoi demi
kemajuan Islam.
Dalam dunia masa kini, ikhtiar2
Islam disalurkan melalui para alim-
ulama yang sangat disegani dan
berpengaruh di masyarakat mereka,
mereka mengeluarkan fatwa2-
aturan2- yang menjadi arah
kebijakan dan hukum bagi para
mukminin.
Khomeini, pendiri negara Islam
Iran, misalnya, mempergunakan
fatwa secara extensive. Yang
terkenal di Barat adalah fatwa
matinya terhadap Salman Rushdie
karena bukunya (Ayat Setan). Satu
fatwa oleh Khomeini yang kurang
dikenal semasa perang Iran-Iraq
membuahkan pembantaian atas
ribuan anak2 Iran. Anak-anak,
hampir semua di bawah 15 tahun,
diberikan kunci-kunci plastik ke
sorga sesuai perintah fatwa sang
imam bahwa mereka harus terjun
membersihkan ranjau supaya
jalan2 bisa dilewati tank-tank Iran.
Para pembunuh Islamis, dalam
kepatuhannya terhadap fatwa dari
wakil Allah yang haus-darah, tidak
punya masalah sedikitpun untuk
mengkadali anak-anak yang polos
dengan kunci-kunci plastik
pembuka surga yang 'made in
China'.
Demikianlah kenyataan eksistensi
ancaman Islam. Sebuah system
otoriter kaku bergaya zaman-batu
dengan cekikannya mengatur
banyak dari hampir satu setengah
milyar jiwa di bawah perintahnya.
* Fatalisme.
Salah satu perbedaan terbesar dan
begitu penting antara watak Muslim
dan watak orang2 di Barat adalah
kekhasan Muslim yang fatalistik.
Hampir-hampir tidak pernah
terdengar sebuah pernyataan
Muslim yang tanpai embel-embel
bersyarat - bersyarat dengan izin
Allah. "Kita jumpa lagi esok hari,
Insya Allah", "Semua beres, deh,
jika Allah mengizinkan," dan
seterusnya, dst. dst. Bagi Muslim
Allah itu lagi bekerja - mengerjakan
semuanya. Allah, dengan tangan
maha perkasanya yang tidak
kelihatan secara harafiah
mengerjakan dan menjalankan
segala sesuatu. "Tangan Allah ada
di atas segala macam tangan2
lainnya," menghiasi semua ruangan
dalam wilayah2 Islam - sebuah
pernyataan tentang fatalisme
Muslim dan ketundukannya kepada
sang tangan yang maha kuasa,
maha ada. Jika sesuatu terjadi, itu
adalah kehendak Allah. Jika tidak,
itu juga kehendak Allah.
Kehendak pribadi Muslim dalam
urutannya adalah sangat kecil. Hal
ini membebaskannya dari segala
kewajiban. Mentalitas ini sangat
kontras jika dibandingkan dengan
karakter mentalitas "ambil kendali"
dan "saya bisa" dari orang2
Amerika dan lain-lainnya.
* Keunikan Psychologis.
Orang2 sebagai sebuah kelompok
atau sebagai individu berbeda satu
sama lain dan tidak ada yang betul2
sehat secara rohani. Kita semua
pasti punya masalah dalam melalui
jalan hidup yang penuh rintangan.
Namun, kebanyakan orang berhasil
mengupayakan dirinya supaya tetap
waras, dengan mungkin sekali-dua
kali jatuh dan dirawat oleh
psykiater/rumah sakit jiwa.
Kebanyakan gangguan2 kejiwaan
adalah pembesar-besaran,
pengecil-ngecilan, atau perlebih-
lebihan dari norma2 yang
umumnya diterima - apapun norma
itu. Sewaktu keberhati-hatian,
sebagai contoh, dipraktekkan
melalui kecurigaan, maka kita pun
mengalami paranoia; sewaktu rasa
takut yang beralasan dijalankan
melampaui batas, maka di situlah
terjadi phobia. Derajat dan
keparahan dari sebuah kondisi
seringkali menentukan kehadiran
atau tidak adanya sebuah penyakit
kejiwaan.
Para Muslim menderita keadaan
psikologis Islamis yang sama di
mana-mana, mereka melakukan
"diet" Islami, tidak masalah
mereka tinggal dalam masyarakat
Islami atau di tengah2 masyarakat
yang umumnya non-Islam. Kondisi
psikologis dari sebuah kelompok
Muslim atau individu Muslim
sangat berhubungan langsung
dengan jenis dan jumlah diet
Islami yang mereka konsumsi. Diet
Islami memiliki banyak kandungan
- beberapa berguna, beberapa
beracun sangat berbahaya, dan
beberapa lagi ada di antara kedua
ekstrim tersebut.
Selama bertahun-tahun, para
pemimpin Islam menemukan hal
ini sangat pantas dan berguna
untuk mensuapi massa mereka
dengan kandungan2 beracun untuk
mencapai keinginan2 mereka. Para
individu dan kelompok, contohnya,
telah menggunakan kekuatan
kebencian yang sangat mendalam
dan ber-enerji tinggi untuk
menghimpun kaum mukminin;
kekuatan cohesive polarisasi untuk
menciptakan solidaritas sesama
dalam group; dan, jurus ampuh
yaitu menyalahkan orang lain jika
mereka tertimpa kemalangan baik
yang sungguhan maupun yang
mereka anggap kemalangan. Yahudi
telah menjadi favorite kambing
hitam mereka sejak awal mereka.
Sampai hari ini, sebagai mana juga
fasis yang sejati, seperti kaum
Nazi, Muslim pun menyalahkan
segala sesuatu kepada kaum
Yahudi.
Uraian rinci tentang profil
psikologis Muslim adalah di luar
lingkupan artikel ini. Namun, tidak
tersanggahkan lagi bahwa
pembentukan psikologis dari
seorang Muslim, tergantung
bagaimana taraf kemuslimannya,
adalah berbeda dari non-Muslim.
Perbedaan ini, yang sering kali tidak
dapat dipisahkan sebagai hal-hal
yang kelihatan sekarang adalah
sesungguhnya berada di jantung
dari perbenturan Islam dengan
Barat.
* Kesimpulan.
Diakui, kultur non-Islami bukanlah
obat termanjur. Namun, memiliki
sebuah karakter menonjol yang
tidak dimiliki Islam - yaitu
kebebasan dengan apa pun itu
bentuknya - baik, buruk, ataupun
tidak-peduli. Mereka yang telah
mengalami kebebasan, tidak ada
tawaran yang kelihatannya bisa
membujuk mereka untuk melepas
kebebasan itu lagi - khususnya
bukan dari janji-janji semu Islam
yang telah gagal di masa silam dan
akan makin gagal dengan
mengenaskan di masa yang akan
datang.
Penyelesaian dari konflik ini yang
terbaik, namun juga sulit, adalah
melakukan apa yang ratusan ribu
Muslim telah lakukan. Mereka
meninggalkan unsur2 perbudakan
pada Islam: mereka telah
terbebaskan dari belenggu alim-
ulama yang meng-exploitasi,
membuang Islamofasisme,
membersihkan diri dari ajaran2
diskriminatif dan aneh/menggelikan
dari Quran dan Hadith, dan
meninggalkan aqidah Islam yang
menyesakkan demi kelegaan
berkebebasan yang memberikan
hidup sesungguhnya.
Di dalam ruang kebebasan yang
beremansipasi dan mengakomodir,
mereka2 yang masih ingin terus
menjadi Muslim boleh saja tetap
mempraktekkan ajaran-ajaran baik
Islam namun menolak
ketidaktoleransian, kebencian, dan
kekerasan (apa mungkin?).
Diperlukan usaha besar dan
keberanian untuk naik dari jurang
perbudakan yang rendah ke bukit
emansipasi. Namun, keduanya
mungkin, karena banyak yang telah
melakukan hal serupa dan berhasil
dengan sukses. Selagi banyak dan
banyak lagi orang meninggalkan
rantai perbudakan agama, banyak
dan banyak lagi mengikuti dan para
Muslim yang lama-menderita,
dijadikan korban oleh Islam sendiri
demikian lamanya, akan menjadi
orang2 yang bebas menentukan
kehidupan dan nasib mereka
sendiri.
Pertumbuhan adalah proses yang
menyakitkan, menyatakan kesiapan
untuk menjadi dewasa, dan
berbaris sejajar dengan anggota-
anggota golongan manusia bebas
lainnya.
Slavery of the mind is as evil as the
slavery of the body. Islamofacism
enslaves them both.
Perbudakan pemikiran adalah sama
jahatnya dengan perbudakan tubuh.
Islamofasisme memperbudak baik
pikiran maupun tubuh.

Back to posts

XtGem Forum catalog