Polaroid

Asal Muasal Tuduhan Alkitab Dipalsukan.

Saat umat Kristen mengutip dari
Injil, umat Muslim acapkali
menegur :
‘Nats yang kamu baca itu bukanlah
Injil yang benar. Injil Isa al-Masih
yang asli itu telah hilang. Generasi
Kristen yang terdahulu telah
memalsukan Kitab suci kamu, jadi
pada hari ini Kitab kamu tidak
berguna lagi’.
Prasangka ini begitu meyakinkan
bagi kaum Muslim. Sehingga hal ini
mengeruhkan hubungan dan
komunikasi apapun yang berarti di
antara mereka dan saudara-saudara
Kristen mereka. Bagaimanakah
umat Kristen dapat menjelaskan
pemahaman dan akidah (keyakinan)
mereka mengenai Yesus (Isa) al-
Masih jika umat Muslim yakin
bahwa ‘Injil yang asli’
menggambarkan Yesus (Isa) yang
berbeda? Dakwaan itu senantiasa
ditonjolkan, bahwa ‘Kamu umat
Kristen bergantung pada Kitab-kitab
yang sudah dipalsukan.’
Dakwaan-dakwaan ini juga terdapat
pada banyak media cetak. Belum
lama ini, sebuah buku berjudul
‘Jesus Prophet of Islam’ (Isa Nabi
Islam) telah diterbitkan. Seturut
dengan ajaran Islam, penulisnya
mendakwa bahwa Yesus (Isa) telah
mengemukakan diri-nya hanya
sebagai seorang Rasul dan Ia tidak
mati disalib (beliau telah
diselamatkan oleh sekumpulan
malaikat), juga bahwa Ia telah
‘memberitahukan tentang
kedatangan Muhammad’. Akidah
umat Kristen pada hari ini
merupakan suatu penyelewengan
yang telah dikenalkan dengan
sengaja pada tahun-tahun setelah
kebangkitan Yesus (Isa). Bahkan
pemalsu-pemalsu ini, si penulis
terus mendakwa, ‘sanggup
‘memotong atau menghilangkan’
sebagian dari kitab suci mereka.
Malah mereka telah menerbitkan
tulisan-tulisan palsu untuk
mendukung ajaran-ajaran mereka.
‘Buku-buku yang berisi ajaran-
ajaran Yesus (Isa) itu telah
dimusnahkan, sengaja ditumpas
atau diubah untuk menghindari
pertentangan yang ada dalam ajaran
baru mereka. Ajaran yang asli itu
telah mengalami perubahan secara
menyeluruh dan telah hilang
selama-lamanya’.
Tidak puas hati dengan
menjatuhkan tuduhan umum
tersebut, si penulis mencoba untuk
menunjuk pada satu titik awal yang
menurutnya sangat ‘tepat saat
terjadinya proses pemalsuan itu’.
‘Pada 325 Tahun Masihi, Telah
diadakan Sidang Nicea yang
terkenal itu. Ajaran Tritunggal telah
ditetapkan sebagai ajaran resmi
bagi ‘Gereja Pauline’ dan salah satu
akibatnya, yaitu pada lebih kurang
tiga ratus ‘Injil’ yang ada pada masa
itu, hanya empat yang telah dipilih
sebagai ‘Injil resmi’ gereja. Yang
lainnya termasuk ‘Injil Barnabas’
diperintahkan untuk dimusnahan.
Satu lagi perintah telah dikeluarkan
yang menyatakan bahwa; siapapun
yang di temukan memiliki Injil
tidak resmi itu akan dihukum mati.
Ini adalah detik-detik awal dimana
secara teratur mereka mencoba
untuk menghapuskan segala
catatan dan data-data tentang
ajaran Isa al-Masih, baik didalam
ingatan manusia maupun yang
tertulis dalam buku’.
Bagi mereka yang mendalami
dasar-dasar sejarah, baik itu umat
Kristen, Muslim, atau agama
lainnya bahkan seorang Atheis-pun
akan dengan mudah untuk
mematahkan tuduhan-tuduhan dan
dakwaan seperti tersebut di atas.
Apakah yang dapat dikata kepada
mereka yang percaya bahwa kota
London terletak di negeri Libya?
Akan tetapi bukanlah semudah itu
bagi umat Kristen yang kurang
mempelajari teologi ataupun
sejarah gereja. Mereka mungkin
kurang pasti apa jawaban yang
seharusnya diberikan terhadap
tanggapan dan prasangka saudara-
saudara Muslim mereka.
Bagi pihak merekalah, saya akan
menguraikan beberapa fakta-fakta
dan bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa Injil pada hari ini tidak
mengalami perubahan. Tetapi
adalah sangat menggelitik untuk
mempertanyakan : ‘Dari manakah
umat Muslim memperoleh
tanggapan tersebut, bahwa Injil
Kristen telah dirubah?’
Berawalnya suatu mitos (cerita
dongeng)
Dalam al-Qur’an umat Muslim
diperintahkan untuk menghormati
Injil Isa-al-Masih yang dibaca oleh
umat Kristen. Al-Qur’an
menganggap Injil yang dimiliki oleh
umat Kristen pada dasarnya sama
dengan yang telah diajarkan oleh
Yesus (Isa). ‘Dalam empat abad
yang pertama setelah wafatnya nabi
Muhammad (600-1000 TM) tidak
ada satu pun dari ahli Ulama yang
membawa tuduhan bahwa nats-
nats Kitab Injil bukan sahih. Mereka
mungkin menuduh umat Kristen
memberikan tafsiran yang salah
pada perkataan-perkataan yang ada
didalam Kitab Injil; tetapi mereka
tidak mempertikaikan atau
memperdebatkan perkataan-
perkataan Kitab Injil itu sendiri.
Kajian ke dalam apologetik Islam
telah membuktikan bahwa tuduhan
atas ‘pemalsuan’ ini asalnya
hanyalah dari seorang tokoh Islam,
Ibn-Khazem yang meninggal dunia
di Kordoba pada 1064 T.M.’
Ibn-Khazem memerintah di selatan
Andalus (Sepanyol) sebagai
pelindung bagi khalifah (pemimpin
agama Muslim). Dia selalu keluar
untuk berperang dalam banyak
peperangan saudara bagi pihak
khalifah. Dia juga melibatkan diri
didalam pembicaran-pembicaraan
polemik agama dan teologi. Ia
berpegang pada faham Zahiri dan
menentang ahli Shi’a dengan sangat
tegasnya. ‘Didalam kedua bidang
ini, baik itu politik maupun hal hal
keagamaan, dia selalu bersikap
bagai seorang pahlawan yang sangat
tegas. Siapapun yang berani
menentangnya akan mencelakai
dirinya sendiri, seumpama
dihantam oleh batu karang.
‘Penanya sehebat sebilah pedang
pahlawan’. Oleh karena sifatnya
yang terlalu bringas dan arogan
itulah yang membuat Ibn Khazem
gagal mempunyai murid bagi
dirinya, tetapi tulisannya sangat
berpengaruh pada masa yang akan
datang.
nama lengkapnya: Abu Muhammad
Ali bin Ahmad ibn-Khazem(994 -
1064 T.M.)
Semasa perjuangannya menentang
umat Kristen, Ibn Khazem telah
menemukan beberapa
pertentangan antara al-Qur’an dan
al-Injil. Satu contoh yang jelas
adalah nats al-Qur’an sebagai
berikut :
‘Padahal bukanlah mereka
membunuhnya dan bukan pula
menyalibnya’ (Q.4:156).
Pada hemat Ibn Khazem :
‘Qur’anlah yang seharusnya
dianggap benar, jadi ajaran Injil
yang bertentangan dengan al-Quran
itu pastilah salah. Akan tetapi nabi
Muhammad telah menyuruh
umatnya supaya menghormati Injil,
oleh karena itu, dia menganggap
bahwa nats-nats al-Kitab itu telah
dipalsukan oleh umat Kristen’.
Tanggapannya ini tidak berdasarkan
kepada fakta-fakta sejarah, tetapi
hanya menurut pendapat dan
hemat Ibn Khazem semata-mata,
dan juga pada niatnya untuk
menjaga kebenaran al-Qur’an
walaupun tidak sesuai dengan
fakta-fakta sejarah yang ada.
Setelah dia memutuskan untuk
mengambil jalan ini, tidak ada yang
berdaya untuk dapat menghentikan
Ibn Khazem melakukan
keputusannya itu. Nampaknya cara
yang paling mudah adalah dengan
menyerang dan mengecam musuh-
musuhnya. ‘Kalau kita dapat
membuktikan kepalsuan Kitab
mereka, semua bantahan-bantahan
mereka akan kehilangan semua
kewibawaannya’. Ini telah
mendorongnya sehingga membuat
pernyataan sinis ‘Umat Kristen
telah kehilangan Injil yang telah
diwahyukan bagi mereka kecuali
segelintir yang dibenarkan oleh
Tuhan sebagai satu kesaksian untuk
menentang mereka’.
Penulis-penulis selanjutnya telah
menganut dan mengembangkan
tanggapan Ibn Khazem ini. Tuduhan
pemalsuan Al-Kitab terus
dikumandangkan oleh Salikh ibn-al-
Khusain (meninggal dunia 1200 TM)
, Ahmad at-Qarafi (meninggal dunia
1285 TM), Sa’id ibn-Khasan (1320
TM), Muhammad ibn-Abi Talib
(1327 TM), ibn-Taimija (1328 TM)
dan lainnya. Sejak saat itu tuduhan
dan tanggapan ini telah menjadi
bahan baku dalam ‘persepsi’
polemik Islam menentang
kemuliaan Kristen.
Penulis-penulis ini menuduh
Maharaja Konstantine dan Paulus
sebagai pemalsu-pemalsu yang
utama. Karakter Konstantine yang
telah dijadikan kambing hitam oleh
penulis-penulis ini (sebab beliau
telah melibatkan diri dalam Sidang
Nicea) sehingga dipersalahkan oleh
karena asumsi bahwa dia yang telah
membuat cerita penyaliban Yesus
(Isa) untuk alasan politik, dan juga
yang memerintahkan agar catatan-
catatan Injil hanya pada empat jilid
saja. Mengenai Pauluspun, banyak
juga cerita yang tidak masuk akal
telah dibuat oleh mereka. Menurut
salah satu cerita, Paulus adalah
musuh utama umat Kristen dan
sangat ingin menghapus ajarannya-
ajarannya. Usaha awalnya melalui
kekerasan dan tindakan kejam tidak
berhasil sehingga dia mencoba
jalan lain, yaitu dengan ‘berpura-
pura’ memeluk ajaran Kristen
termasuk dibaptiskan. Tujuannya
adalah untuk merusak ajaran
Kristen dari dalam. Untuk
memperkuat lagi kesan pemelukan
ajaran Kristennya ini, Paulus ingin
dikenang sebagai seorang yang
telah mati sahid bagi agama
Kristen. Jadi, dia telah mengarang
satu cerita bahwa Yesus (Isa) telah
menjelma kepadanya pada suatu
malam dan menyuruhkannya pergi
mengorbankan diri di kaki sebuah
gunung. Pada hari sebelum
kematiannya, menurut cerita ini
Paulus memanggil tiga orang raja
Kristen yang utama lalu
menyampaikan kepada tiap-tiap
raja satu wahyu rahasia yang
berbeda. Kepada raja yang pertama
diberinya wahyu bahwa ‘Al-Masih
itu adalah Anak Tuhan’, kepada raja
yang kedua diberi wahyu bahwa ‘Siti
Maryam itu isteri Tuhan’ dan
kepada raja yang ketiga dia
memberikan wahyu bahwa ‘Tuhan
itu ada tiga’.
‘Saat matahari terbit pada pagi hari
berikutnya maka keluarlah Paulus
dengan berkain selubung berwarna
kelabu dan membawa sebilah
pisau. Dan beliau telah menikam
dirinya hingga mati dengan
tangannya sendiri. Orang banyak
yang menyaksikannya kagum dan
menganggap dia sebagai seorang
pesuruh Tuhan’.
Inilah cerita yang diriwayatkan
bagaimana akhirnya umat Kristen
telah menerima ajaran-ajaran
serong dan juga sebagai ajaran-
ajaran yang berbeda. Menurut
cerita-cerita lainnya, Paulus adalah
seorang raja Yahudi, atau seorang
biarawan di kota Roma 150 tahun
setelah kematian Yesus (Isa) al-
Masih. Semua cerita-cerita ini
sependapat dengan tuduhan bahwa
beliau adalah seorang yang telah
membuat pemalsuan dengan licik,
dan ‘telah berpura-pura memeluk
agama Kristen supaya dapat
merusak agama itu dari dalam.’
Dongeng-dongeng mengenai raja
Konstantin dan Paulus ini berasal
dari beberapa sumber-sumber anti-
Kristen Yahudi, legenda-legenda
persia dan tulisan-tulisan Marcion.
Untuk membuktikan bahwa cerita-
cerita ini tidak mempunyai
kesahihan sejarah bukanlah suatu
hal yang sulit. Paulus hidup dari 5
TM ke 67 TM, dan ia
mengembangkan ajaran yang sama
dengan Hawariyun-hawariyun
(murid-murid/sahabat Isa al-Masih)
yang lain dan juga telah menulis
sebagian besar dari surat-surat
dalam kitab Perjanjian Baru.
Konstantin adalah Maharaja Roma
dari 312 - 337 TM. Beliau mengakui
keberadaan umat Kristen yang telah
menjalankan agama mereka dengan
damai.
Apakah konstantin menceritakan
penyaliban Yesus (Isa) dan juga
mencoba untuk membuat
perubahan pada Kitab Injil? Sidang
Nicea yang dilakukan pada tanggal
20 Mei hingga 25 Agustus tahun
324 T.M, tidak mengeluarkan
perintah apapun tentang tulisan-
tulisan ‘apocrypha’. Sebanyak 300
uskup-uskup yang berkumpul di
sana hanya membicarakan tentang
penafsiran serta pemahaman nats
Al-Kitab, dan BUKANNYA tentang isi
kandungan Al-Kitab itu sendiri.
Semua pemimpin-pemimpin
Kristen yang terlibat mempunyai
kesepakatan penuh mengenai nats
Al-Kitab dan kesahihannya dalam
sidang itu. Semua ini adalah fakta-
fakta sejarah yang nyata, yang
bukan hanya menurut ‘hemat
pendapat’ atau ‘asumsi’ serta
sekedar ‘persepsi’ seseorang saja
untuk membenarkan atau menuduh
suatu Kitab dengan memaksakan
pemikirannya sendiri yang mana
telah mengabaikan fakta-fakta
sejarah, yang pada akhirnya
hanyalah menjadi suatu cerita
dongeng belaka yang tidak
mempunyai dasar kebenaran.
Jikalau kita mengetahui apa yang
menyebabkan sesuatu penyakit,
itulah langkah pertama untuk
mencari obatnya. Umat Islam
seringkali membaca tulisan-tulisan
dan karya-karya mereka sendiri
yang hanya mengulangi tuduhan-
tuduhan lama terhadap ajaran
Kristen, sehingga hanya itulah yang
menjadi keyakinan mereka. ‘Seekor
katak yang hidup di dalam perigi
boleh yakin ia telah mengalami
lautan’, seperti inilah keadaan
mereka yang sebenarnya.
Bagaimanakah jawaban pada jalan
buntu seperti ini? Untuk benar-
benar mencapai kemajuan dalam
proses berdialog yang ikhlas, kedua
belah pihak, baik kaum Muslim
maupun Kristen, sudah wajarnya
untuk mengabaikan dan
melepaskan segala prasangka,
salah tafsiran dan tanggapan
lamanya masing-masing terhadap
Kitab-kitab suci mereka dan
mengkaji fakta-fakta OBJEKTIF
dengan teliti dan dengan pikiran
yang terbuka.
Teks al-Injil
Ini akan membawa kita kepada
penilaian teks Injil itu sendiri.
Dapatkah kita menemukan teks-
teks awal dan menentukan
ketepatan kata-kata yang
diilhamkan Tuhan itu? yang telah
dicatat antara 50 dan 90 T.M.
Banyak saintis-saintis dan para
ilmuan yang lain telah
mencurahkan tenaga dan
kehidupan mereka untuk
memperoleh jawaban pada
masalah ini. Pengkajian ‘text
criticism’ telah membuat
penelitian yang begitu rapi pada
banyak tulisan-tulisan yang kuno
dan yang telah lama tersimpan; di
antaranya adalah buku-buku
Perjanjian Baru (New Testament).
Saya akan mencoba untuk
menjelaskan kesahihan tulisan-
tulisan tersebut dalam paragraf-
paragraf berikut ini melalui suatu
proses yang benar menurut hukum
atau prinsip yang cukup rumit dan
teliti.
Pada zaman Yesus (Isa) al-Masih
semua buku-buku dan surat-surat
hanya ditulis dengan tangan. Ketika
semua tulisan-tulisan Perjanjian
Baru tersebut telah sempurna
dicatat, tulisan-tulisan ini dapat
diperbanyak untuk jemaah-jemaah
Kristen diberbagai tempat hanya
dengan mengambil catatan-catatan
tersebut yang telah disempurnakan
penulisannya saja. Jenis surat ini
digelar ‘manuskrip’ (dr.bahasa Latin
yang artinya ‘ditulis dengan tangan’)
. Bahan yang digunakan pada masa
itu adalah ‘papyrus’, yaitu sejenis
kertas berkualitas rendah yang
terbuat dari tumbuhan sejenis
bambu. Oleh karena kitab-kitab
suci sering digunakan, baik sewaktu
pembacaan peribadi maupun
Ibadah pada hari sabat, manuskrip-
manuskrip pertama ini mudah
menjadi luntur dan lusuh, sehingga
harus diganti dengan catatan-
catatan manuskrip yang baru.
Pada abad keempat Tahun Masehi,
sejenis bahan yang lebih kuat dari
pada bahan yang pertama telah
ditemukan, yaitu kertas kulit
(parchment). Kertas kulit ini dibuat
pada serat-serat kulit kambing atau
biri-biri yang telah dikikis, disamak
dan dijahit rapi untuk dijadikan
gulungan kertas kulit. Gulungan
kertas kulit ini jelas lebih mahal
untuk pembuatannya, akan tetapi
keistimewaannya adalah gulungan
tersebut menjadi suatu bahan yang
sangat sulit untuk dimusnahkan.
Sedikit demi sedikit, lebih banyak
lagi buku-buku Perjanjian Baru
dicatat di atas gulungan-gulungan
kulit tersebut, yang diberi nama
‘Kodis (codice)’ atau buku-buku
dimana lembaran-lembaran kulit
tersebut disusun satu demi satu
sama seperti buku yang ada pada
hari ini. Adapun kemajuan dalam
bidang penulisan, yaitu pada abad
pertama T.M. setiap huruf bahasa
Yunani mengunakan huruf besar
(tulisan Majuskul). Setelah itu satu
jenis yang berbeda telah muncul
(tulisan Miniskul). Ketika para ahli
sains menjumpai manuskrip yang
lama, mereka akan selalu menguji
untuk menentukan umur dokumen
tersebut. Lalu mereka akan
menyalin teks-teksnya dengan teliti
dan mengkaji segala ciri-ciri catatan
tersebut. Teks-teks yang telah
dipindahkan dari suatu manuskrip
itu akan dibandingkan dengan teks-
teks lain yang telah temukan.
Untuk membuat pengkajian tulisan-
tulisan Perjanjian Baru, ahli-ahli
sains mempunyai banyak sekali
bahan-bahan sejarah. Ada sekitar
4,680 buah naskah yang ditulis
dalam bahasa Yunani (Perjanjian
Baru dalam bahasa Yunani). 68
buah diantaranya dalam bentuk
papyrus, 241 dalam bentuk
majuskul, 2,533 adalah salinan
miniskul dalam gulungan kulit
(parchments) dan terdapat 1,838
koleksi petikan-petikan nats Al-
Kitab untuk ibadah hari sabat.
Juga terdapat lebih daripada 6,000
naskah terjemahan dalam bahasa-
bahasa lama, seperti bahasa bahasa
Latin, Syria, Koptic Mesir, Eropah
tengah (Gothic), Armenia, Habsyah,
Georgia, Arab Nubia, Persia dan
Slav.
Sumber ketiga untuk tujuan
perbandingan adalah petikan-
petikan Kitab suci yang terdapat
pada lebih dari 220 tokoh-tokoh
dan pemimpin gereja awal (church
Fathers) dan para ulama-ulama
Kristen.
Ada juga di antara naskah-naskah
tersebut yang sangat tua, salah
satunya adalah koleksi papyrus
yang dikenal sebagi ‘P52′ yang
berisi bagian dari Injil yang dicatat
oleh Yahya (Yohanes) seorang
Hawariyun dan murid Yesus (Isa) al-
Masih. Tahunnya telah ditetapkan
pada 130 T.M., yakni salinan Injil ini
tidak melebihi empat puluh tahun
setelah catatan aslinya. Satu lagi
contoh salinan Injil yang sahih
adalah Kodeks Sinaiticus yang telah
disalin pada tahun 350 T.M. di
Mesir. Sebanyak 347 mukadimah
telah dipelihara dan ini juga
menjangkau lebih kurang
keseluruhan jangka waktu
Perjanjian Baru. Dengan
membandingkan tulisan manuskrip
tersebut dapat disimpulkan bahwa
tiga orang penyalin telah
mengusahakannya.
Ciri-ciri dari dalil-dalil tersebut
Untuk membandingkan ribuan
naskah-naskah ini dan sumber-
sumber lain yang menjangkau
jangka waktu lebih kurang dari abad
kedua hingga abad keempat-belas
merupakan satu tugas yang sangat
berat. Tetapi hal ini telah
dilakukan!!! Proses penyalinan yang
berulang-ulang dari abad ke abad
telah menyebabkan penyerapan
beberapa perbedaan yang kecil
kepada teks-teks. Ini dikenal
sebagai ‘perbedaan bacaan’. Sekali
terjadinya suatu perbedaan kecil
pada isi sesuatu teks, maka akan
‘diwarisi’ oleh naskah-naskah yang
telah disalin berikutnya. Dengan
menganalisis semua perbedaan-
perbedaan kecil ini, ahli sains telah
berhasil mengumpulkan banyak
naskah-naskah pada beberapa
kelompok utama, dan dengan ini
dapat menyimpulkan bahwa semua
naskah-naskah tersebut berasal
dari sumber yang sama. Dengan
cara begini, versi-versi teks yang
paling awal dapat ditanggapi dan
dibentuk kembali dengan rapi dan
sangat tepat. Kita dapat
mengesahkan bentuk dan keadaan
teks pada penghujung abad yang
ketiga T.M. menurut empat aliran
transmisi, yaitu Iskandariah, Barat,
Kaisaria dan Antiokus. Dengan
proses ekstrapolasi kearah yang
lebih dalam lagi mengenai sejarah
teks-teks itu, kita dapat
menentukan teks yang asli dari
semua teks-teks tersebut.
Hasil dari semua penyelidikan dan
kajian-kajian tersebut adalah
kesahihan dan kewibawaan teks
Perjanjian Baru telah dikukuhkan
kedudukannya tanpa adanya
keraguan lagi. Kita telah
mempunyai dasar untuk
mempercayai bahwa teks yang ada
pada kita hari ini adalah sama
dengan teks Perjanjian Baru yang
asli.
Untuk menyatakannya dengan cara
kuantitatif :
Kesan perbedaan-perbedaan kecil
yang telah menyerap kedalam teks
dalam proses penyalinan selama
berabad-abad ini hanyalah pada
satu persepuluhan berbanding lima
perseratus dari jumlah teks asli
(yakni satu kata dalam setiap enam
puluh kata); dan tidak membawa
pengaruh apapun pada suatu
kalimat pengajaran atau perbedaan
pada ajaran Kristen pada hari ini.
Sebanyak sembilan puluh delapan
persepuluhan berbanding lima
perseratus teks Alkitab mempunyai
dasar sahih yang kukuh yang tidak
dapat dipertikaikan.
Ini membuktikan bahwa teks itu
tidak pernah dipalsukan.
Sesungguhnya, kalau ada seseorang
yang ingin coba membuat suatu
pemalsuan, tipuan ini dapat
dirasakan dengan mudahnya.
Cobalah pikirkan satu skenario
berikut, dimana seorang pemilik
Bank yang kaya di Singapura telah
menulis surat wasiatnya yang
menguraikan bagaimanakah harta
bendanya akan dibagikan setelah
lima puluh tahun yang akan datang.
Orang kaya ini mempunyai lima
orang anak dan setiap orang dari
mereka telah membuat satu
salinan dari surat wasiat tersebut
untuk masing-masing. Setiap orang
di antara mereka berlima ini
membawa salinan surat wasiatnya
sewaktu berpindah ke lima tempat
yang berbeda di dunia, yaitu
London, Cape Town, Los Angeles,
Sydney dan Rio de Janeiro. Setiap
orang anak pemilik Bank kaya
tersebut masing-masing
mempunyai lima orang anak dan
mereka juga telah membuat
salinan surat wasiat dari orang
tuanya sebagaiman surat wasiat
yang asli itu. Cucu-cucu orang kaya
inipun masing-masing telah
memperoleh lima orang anak dan
mereka juga telah membuat
salinan surat wasiat kakek buyutnya
untuk anak-anak mereka. Pada
suatu hari, pemilik Bank yang kaya
di Singapura itu telah kehilangan
surat wasiatnya yang asli. Lalu
dengan membandingkan salinan-
salinan yang banyak yang telah
dibuat oleh anak-anak, cucu-cucu
dan cicit-cicitnya dari seluruh
pelosok dunia, surat wasiat yang
hilang tersebut dapat diperolehmya
kembali dan disahkan keasliannya
sebagaimana surat wasiat pertama
yang hilang. Jika seandainya ada
diantara anak, cucu ataupun cicit si
orang tua kaya itu ingin membuat
perubahan pada teks Surat warisan
yang baru ini, pastilah perubahan
dalam pemalsuannya itu akan
langsung terlihat karena berbeda
dengan salinan-salinan surat asli
yang sudah ada hasil dari beberapa
surat wasiat yang sudah tersebar
tersebut dikumpulkan dan disusun
kembali!
Dengan cara yang sama, siapapun
yang mencoba untuk memalsukan
teks Al-Injil akan terlihat secara
langsung karena adanya
pertentangan dan perbedaannya
dengan beribu-ribu salinan teks-
teks lain yang tersebar dan
kemudian dikumpulkan serta
disusun kembali.
Raja Ashoka yang beragama Buddha
telah memerintah di India dari 273
S.M. ke 240 S.M., beliau
mengumumkan suatu
perlembagaan berlandaskan
perikemanusiaan yang unik. Dia
memerintahkan supaya
perlembagaannya itu diukir pada
tempat-tempat umum di istananya,
saperti batu-batan besar, tiang-
tiang dan tembok-tembok gua.
Lebih kurang tiga-puluh lima dari
ukiran-ukiran tersebut telah
ditemukan dan dipulihkan kembali.
Oleh karena itu kita dapat
mengesahkan isi dari
perlembagaan Raja Ashoka yang
asli. Walaupun seorang dari
pengukir-pengukir itu mencoba
mengubah teks asli Ashoka untuk
memperdaya kita. Pemalsuan itu
dapat dibuktikan dengan
membandingkan ukiran-ukiran lain
yang ada.
Injil merupakan perlembagaan bagi
gereja yang awal. Beribu-ribu
salinannya telah dibuat sama
dengan teks-teks aslinya semenjak
awal, kalaulah kabarnya suatu
pemalsuan telah terjadi, tentu
sekali hal ini dapat dilihat dengan
mudah.
H.K.Moulton yang telah menyelidiki
dan mengkaji manuskrip-manuskrip
Injil lebih dari empat puluh tahun,
boleh kita kutip untuk memberi
kesimpulan untuk dasar ini. Dia
telah mencapai kesimpulan bahwa
perbedaan-perbedaan kecil diantara
beberapa teks tidak membawa
pengaruh yang buruk pada setiap
ajaran-ajaran Kristen. Katanya lagi :
‘Setelah semua dokumen-dokumen
disaring dan diteliti serapi-rapinya
didapati bahwa pada dasarnya
dokumen-dokumen ini sangat
cocok atau tidak terdapat
perubahan…!’
Tidak ada buku yang pernah ada di
dunia ini yang telah diuji, diteliti
dan diselidik dengan begitu
hebatnya seperti buku-buku
Perjanjian Baru, bahkan al-Quran-
pun tidak (Al-Kitab/Bible Mampu,
Tetapi Al-Quran Tidak Mampu
Tahan Uji, Menurut Pengakuan
Tokoh-Tokoh Islam).
Tidak satupun pemalsuan yang
dapat tahan pengujian dan
penyelidikan sedemikian rupa (yang
telah diadakan terhadap buku-buku
Perjanjian Baru). Kita dapat
meyakini Kitab-Aslilah yang ada
pada kita hari ini, sebab telah
dilakukan pengujian yang tajam,
tetapi tidak dapat menunjukan
kelemahan apapun padanya.
Penjaga-penjaga Ajaran.
Jadi, telah dibuktikan di atas bahwa
umat Kristen sejak dari awal telah
memelihara dengan setia ajaran-
ajaran yang diterima mereka dari
Isa al-Masih. Inipun bukanlah
perkara yang mengherankan.
Pengikut-pengikutnya sangat
mengutamakan pemeliharaan
mutiara-mutiara rohani yang telah
dianugerahkan pada mereka oleh
Tuhan. Sejak awal 50 T.M. Paulus
telah menulis : ‘Saudara-saudaraku,
kamu harus tetap percaya dan
berpegang kepada ajaran-ajaran
yang telah kami sampaikan…’(2
Tesalonika 2 ay.15). ‘Sentiasa
mengikut ajaran yang aku berikan
kepada kamu (1 Korintus 11 ay.2).
‘Apa yang aku sampaikan kepada
kamu adalah apa yang sudah aku
terima. Inilah perkara terpenting:
Al-Masih mati karena dosa kita,
sesuai dengan yang tertulis di
dalam AlKitab…Dia dikuburkan dan
pada hari ketiga Dia dihidupkan
semula…Kami semua
mengisytiharkan perkhabaran yang
sama dan maku semua percaya
kepadanya…Berita Baik itu akan
menyelamatkan kamu jika kamu
berpegang kepadanya dengan
teguh’ (1 Korintus 15:3-4,11,2).
Umat Kristen awal sangat
mendahulukan dan mementingkan
apa yang telah dikatakan dan
dilakukan oleh Isa Al-Masih. Orang-
orang Yunani dan Roma telah
mempunyai taraf yang lebih tinggi
didalam penulisan-penulisan
sejarah. Mereka tahu hal ini sangat
mereka pelukan dalam melaporkan
fakta-fakta yang objektif, yang dapat
dibuktikan oleh saksi-saksi dan
dokumen-dokumen yang asli.
Para ilmuwan modern telah
memutuskan bahwa beberapa ahli-
ahli sejarah pada masa kuno dapat
diyakini dan dipercayai dalam
tulisan-tulisan mereka. Herodotus,
Thucydides, Polybius dan Tacitus
adalah orang-orang yang cemerlang
dalam bidang ini; Josephus, Kaisar
(Caesar), Polynius dan Livy adalah
orang-orang yang dapat dipercayai.
Walaupun mungkin ada di antara
mereka yang ceroboh atau kurang
berhati-hati, umat Kristen yang
awal sangat akrab pada peraturan
dan tata cara mencatat kejadian-
kejadian yang benar dan sahih.
Oleh karena itu, sudah
seharusnyalah kita terima dengan
serius kenyataan Lukas, bahwa dia
telah merujuk pada saksi-saksi
(Lukas 1 ay.2) dan selanjutnya :
‘Saya sendiri telah menyelidiki
semua peristiwa itu dari
permulaannya, maka ada baiknya
saya juga menulis satu laporan
yang teratur untuk Tuan, supaya
Tuan dapat tahu dengan
selengkapnya bahwa apa yang telah
diajarkan kepada Tuan memang
benar’. (Lukas 1 ay.3-4). Umat
Kristen secara wajar ingin
mengetahui akan kebenaran
tentang apa yang diajarkan kepada
mereka.
Satu Permulaan Baru
Umat Kristen dan Muslim memiliki
banyak kesamaan pada
kepercayaannya. Tuhan yang maha
Esa, Pencipta segala-galanya dan
Sumber segala wahyu. Hakim yang
penyayang; yang akan menghukum
yang salah dan memberikan
ganjaran yang baik pada mereka
yang saleh. Pada masa sekarang ini,
saat fahaman materialisme
menonjol pengaruhnya di seluruh
dunia, sangatlah penting dan pantas
agar semua ahli-ahli Kitab
menekankan bidang-bidang yang
sama di antara mereka, dan
bukanlah perbedaan-perbedaan
yang membawa kepada suatu
pertentangan dan perselisihan
dikalangan mereka sendiri. Ini
berarti bahwa prasangka-prasangka
yang tidak berdasar diantara kedua
belah pihak seharusnya
diruntuhkan. Pada bulan Februari
1976, sebanyak 1,200 para
rombongan dari enam puluh negara
mengambil bagian di dalam suatu
Seminar ‘Dialog Islam-Kristen’.
Umat Kristen disitu telah
memohon kepada peserta-peserta
Muslim supaya mengenal dan
mengkaji Perjanjian Baru secara
lebih terbuka dan mendalam dan
untuk meruntuhkan tuduhan
‘pemalsuan’ terhadap mereka.
Untuk berdialog dangatlah
diperlukan agar kedua belah pihak
menerima kesahihan Kitab-kitab
suci mereka masing-masing.
Sesungguhnya kebanyakan tokoh
dan pemikir-pemikir Islam yang
agung telah menerima kesahihan
teks Injil dan Perjanjian Baru.
Untuk menguraikan nama-nama
mereka disini merupakan penutup
yang sesuai untuk artikel ini.
Kesaksian mereka membuktikan
bahwa dialog di antara umat
Muslim dan Kristen jangan
dibelenggu oleh tuduhan yang telah
dipelopori oleh Ibn-Khazem yang
tidak mempunyai dasar kebenaran
apapun.
Dua ahli sejarah Islam yang agung,
Al-Mas’udi (meninggal 956 T.M.)
dan Ibn-Khaldun (meninggal 1406
T.M.) telah mengakui akan
kesahihan teks Al-Injil.
Empat orang ahli ulama terkenal
yang juga telah menyetujui hakikat
ini :
Ali at-Tabari (meninggal 855 T.M.),
Qasim al-Khasani (meninggal 860
T.M.), ‘Amr al-Ghakhiz (869 T.M.)
dan tokoh yang utama, imam Al-
Ghazzali (1111 T.M.).
Pandangan ini juga didukung oleh
Abu Ali Husain Ibn Sina, yang lebih
dikenal di dunia Barat sebagai
‘Avicenna’ (m. 1037 T.M.). Al-
Bukhari (m.870 T.M.) yang terkenal
karena mengumpulkan hadith-
hadith yang terawal, telah mengutip
pada Al-Qur’an sendiri (Surah Ali-
Imran 3 ay.72,78) untuk
membuktikan bahwa teks Al-Kitab
Al-Mukaddis tidak pernah
dipalsukan.
Akhir kata, seorang tokoh Muslim
terkemuka di zaman modern,
Muhammad Abdul Sayyid Ahmad
Khan, seorang ‘ulama Islam
modern’ yang telah memelopori
pembaharuan sosial pada era
moden ini, telah menerima
keputusan-keputusan sains
modern. Beliau berkata :
‘Berkaitan dengan teks Al-Kitab
(Bible), ia tidak mengalami
perubahan apapun. Juga tidak ada
seorangpun yang dapat
mengemukakan sesuatu teks
(alternatif) yang berbeda sebagai
teks yang sahih’.
Bersyukurlah kepada Tuhan karena
kesaksian tokoh-tokoh yang jujur
ini!
Bahan-bahan
---------------
1. MUHAMMAD ATA UR-RAHIM,
Jesus Prophet of Islam, Omar
Brothers Publications, Singapore
1978, ms. 12, 15 and 40.
2. G. PARRINDER, Jesus in the
Qur’an, Faber and Faber, London
1965, bab 15.
3. P. A. PALMIERI Die Polemik des
Islams, German tr. Holzer, Salzburg
1902; E. FRITSCH, Islam und
Christentum im Mittelalter, Müller
& Seiffert, Breslau 1930; see also.
H. HIRSCHFELD, Muhammadan<br /> Criticism of the Bible’. Jewish<br /> Quarterly Review 13 (1901)<br /> 222-240.<br /> 4. F. M. PAREJA, Islamologia, Orbis<br /> Catholicus, Roma 1951, ms.<br /> 460-461.<br /> 5. I. DI MATTEO,Il ‘takhrif’ od
alterazione della Bibbia secondo i
musulmani’, Bessarione 38 (1922)
64-111; 223-260; Le preteze<br /> contradizzioni della S. Scrittura<br /> secondo Ibn-Hazm’, Bessarione 39<br /> (1923) 77-127, E. FRITSCH, op. cit.,<br /> ms. 66.<br /> 6. IBN KHAZEM, Kitab al-fasl fi’l-<br /> milah wa’l ahwa’l nikhal, II,6; E.<br /> FRITSCH, op cit., ms.55.<br /> 7. IBN KHAZEM, ibid.; E. FRITSCH,<br /> op. cit, ms. 64.<br /> 8. Ringkasan drpd. AL-QARAFI; E.<br /> FRITSCH, op. cit., ms. 49.<br /> 9. Cerita2 yg.sama terdapat dalam<br /> versi Pasri Tustari: ‘Qisas al-anbija<br /> (Sejarah Nabi-nabi)’ di dalam<br /> manuskrip bertarikh 1330 TM, dan<br /> drpd.Ghalal-addin Rumi: ‘Metnewi<br /> (Satu Cerita raja Yahudi dan<br /> wazirnya, 1273 TM)’; E. FRITSCH, op.<br /> cit., ms. 50-65.<br /> 10. Bagi penjelasan lebih<br /> mendalam mengenai ‘text<br /> criticism’ dan kesimpulan2nya,<br /> saya syorkan penulis2<br /> F.G.KENYON:The Text of the Greek<br /> Bible, London<br /> 1937,1949;L.D.TWILLEY, The Origin<br /> and Transmission of the New<br /> Testament,Edinburgh 1957;<br /> V.TAYLOR, The Text of the New<br /> Testament, London and New York<br /> 1961; J.H.GREENLEE, An<br /> Introduction to New Testament<br /> Textual Criticism , Grand Rapids<br /> 1964; B.M.METZGER, The Text of<br /> the New Testament, Oxford 1968.<br /> 11. H. K. MOULTON, Pa pyrus,<br /> Parchment and Print; the story of<br /> how the New Testament text has<br /> reached us, London 1967, ms.<br /> 9-10, 70-71.<br /> 12. A.M. MOSLEY, Historical<br /> Reporting in the Ancient World,<br /> New Testament Studies 12 (1965)<br /> ms.10-26.<br /> 13. Teks Pengisytiharan Penutup<br /> bagi Seminar Tripoli, L’Osservatore<br /> Romano (English Edition), Feb. 26,<br /> 1976, ms. 6-7.<br /> 14. I. DI MATTEO, loc. cit (nota 5),<br /> AT-TABARI dan AL-GHAKHIZ<br /> menyatakan bahwa<br /> penterjemahannya mungkin kurang<br /> tepat, tetapi mereka tidak meragui<br /> kesahihan teks bahasa Yunani.<br /> Mengenai AL-GHAZZALI pula, lihat<br /> F. M. PAREJA, op. cit, ms. 463.<br /> 15. G. PARRINDER, Jesus in the<br /> Qur’an (’Isa di dalam Quran), Faber<br /> and Faber, London 1965;<br /> Terjemahan Belanda, Ten Have,<br /> Baarn 1978, ms. 124.<br /> 16. M. H. ANANIKIAN,The
Reforms and Religious Ideas of Sir
Sayyid Ahmad Khan’. The Moslem
World 14 (1934) ms. 61

============================

Back to posts